Saturday, October 14, 2017

“PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN”

Sebagaimana  tersebut dalam pasal  27  UUD 1945  maupun dalam Deklarasi  Roma  (1996), sebagai kebutuhan dasar  dan  salah  satu hak  asasi  manusia, pangan mempunyai  arti  dan peran  yang  sangat  penting  bagi  kehidupan  suatu  bangsa.  Ketersediaan  pangan  yang  lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan  yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Karena terkait dengan orang banyak, proses pengaturan dan pengendalian semua hal terkait dengan kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta serta kualitas/keamanan pangan perlu diterapkan. Peran pemerintah terkhususnya lembaga legislatif dalam mengakomodasi masalah ini membutuhkan perhatian lebih lanjut terkait dengan kepentingan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan kebijakan terus menerus.
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatera dengan padang sebagai ibukotanya. Sesuai dengan namanya, wilayah provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah dan sejumlah pulau lepas seperti Kepualauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Terkait dengan pangan, Sumbar merupakan salah satu sentra produksi beras. Meskipun demikian, harga beras di Sumatera Barat sewaktu-waktu dapat  jauh  lebih tinggi dari harga beras di provinsi lain. Di samping itu, cakupan pangan yang luas dapat menjadi pemicu munculnya berbagai masalah terkait dengan ekonomi, kesehatan, maupun sosial ekonomi, maka dari itu pada tahun 2015 Sumbar menetapkan satu kebijakan terkait pangan yang berjudul :
"PERATURAN DAERAH PROVINSI  SUMATERA  BARAT NOMOR  3  TAHUN  2015 TENTANG KEMAND1RIAN PANGAN".
Sebagaimana sudah disinggung di atas, untuk kepentingan monitoring dan evaluasi agar terjadi perbaikan terus menerus maka salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan menggunakan analisis kebijakan. William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Untuk itu, maka penulis menggunakan salah satu strategi analisis kebijakan oleh oleh Walt and Gilson ( 1994).  Keempat faktor dalam analisis kebijakan ini terdapat pelaku, konteks, konten atau isi dan proses. Keempat  hal ini akan bersinergi dan dapat digunakan sebagai alternatif monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan yang ada.
Berdasarkan kebijakan Perda Sumbar tersebut, penulis akan melakukan analisis kebijakan dengan tujuan, antara lain:
  1. Mengetahui gambaran umum mengenai Kebijakan
  2. Menganalisis secara prospektif kebijakan ditinjau dari segitiga kebijakan yaitu meliputi aktor, konteks, konten, dan proses.

GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN
Peraturan daerah provinsi Sumbar nomor 3 tahun 2015 adalah kebijakan yang mengatur tentang pangan terutama untuk mencapai Ketahanan Pangan  sehubungan dengan upaya mencapai  kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam. Kebijakan ini mencakup ruang lingkup :
1. Mengatur tentang ketersediaan pangan yang di dalamnya diatur bagaimana upaya untuk  mewujudkan ketersediaan pangan ini, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi darurat  atau daerah dalam keadaan bencana.
2. Mengatur tentang bagaimana pendistribusian pangan kepada masyarakat sehingga terdapat  pemerataan ketersediaan pangan ditengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi daerah-daerah yang langkah pangan.
3. Mengatur tentang bagaimana menyiapkan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi tertentu, sehingga kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi dan terjaga setiap saat.
4. Mengatur tentang keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
5.Mengatur tentang peran serta dan kewajiban Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Desa/Nagari dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan dan  ketersediaan pangan  masyarakat.
6.  Mengatur tentang  kualitas atau mutu produk pangan,  dan
7. Mengatur tentang pasar produk pangan agar harga pangan tetap terjangkau oleh masyarakat.
Penetapan peraturan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Mewujudkan ketahanan pangan yang cukup di Sumatera Barat, baik dalam jumlah maupun  mutu, aman, merata dan terjangkau.
2. Melindungi masyarakat dari pangan yang tidak bermutu dan tidak aman untuk dikonsumsi.
3. Menjamin pemerataan pangan dan menjamin harga pangan terjangkau oleh semua lapisan  masyarakat.
4. Melindungi lahan pertanian pangan dan cadangan lahan pertanian pangan untuk menjamin  terpenuhinya produksi pangan di Sumatera Barat.

KAJIAN KRITIS
1.      Aktor
a.        Pembuatan atau penyusunan Kebijakan
1.      DPRD dan jajaran fraksi terkait.
2.      Gubernur  sumatera  barat
3.       Anggota forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah),  ketua pengadilan tinggi  dan pengadilan  tinggi  agama  sumatera  barat
4.      bpk-ri (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) perwakilan provinsi  Sumatera  Barat
5.      Jajaran ombusdman  perwakilan  provinsi Sumatera  Barat
6.      Sekretaris daerah, asisten, staf ahli, kepala badan, dinas, kantor dan lembaga provinsi  Sumatera Barat
7.      Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Barat terkait dengan studi masukan dari studi banding yang telah dilakukan
8.       Biro hukum kementerian dalam negeri dan badan ketahanan pangan kementerian pertanian terkait Konsultasi akhir rancangan perda.
b.      Badan yang mengurusi terkait pembinaan, pengawasan  dan pengendalian perda
1.      Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kemandirian pangan yang  dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.      Dalam melaksanakan penyelenggaraan Pangan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang melakukan pengawasan.
3.      Bupati/Walikota bertanggung jawab untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan Kemandirian Pangan di Kabupaten Kota.
c.       Ujung Tombak Implementasi Perda
Petani, nelayan, pembudi daya ikan, pelaku usaha pangan, rumah tangga, distributor, pemilik lahan.
2.      Konteks
Menurut organisasi dunia PBB, penduduk dunia pada tahun 2025 akan tumbuh menjadi 8,1 miliar jiwa dari jumlah saat ini yang tercatat 7,2 miliar jiwa. Kemudian pada tahun 2050, populasi tersebut akan terus berkembang menjadi 9,6 miliar jiwa, atau lebih besar dari prediksi sebelumnya yang diramalkan pada angka 9,3 miliar jiwa. Peningkatan jumlah populasi dunia tersebut menimbulkan salah suatu pertanyaan terkait daya bumi dalam mencukupi kebutuhan sumber daya makanan. Populasi yang besar, tentunya juga akan membutuhkan sumber daya yang lebih besar pula, mulai dari pangan, energi, dan ketersediaan lahan untuk pertanian.
Pada tahun 2014 produksi padi di Sumatera Barat mengalami surplus, antara produksinya sekitar 2.519.020 ton dan dari kebutuhannya 1. 700.000  ton. Meskipun terdapat surplus  produksi  beras  di Provinsi  Sumatera  Barat,  akan  tetapi  belum  menjamin  terwujudnya ketahanan  pangan  di Sumatera  Barat,  hal  ini  dapat  kita  lihat,  dimana  pada  waktu-waktu tertentu  harga beras  di Sumatera Barat  jauh  lebih  tinggi  dari  harga  beras  di provinsi  lain, sedangkan  Provinsi  Sumatera  Barat  termasuk  sentra  produksi  beras. Sesuai dengan pernyataan dalam  Undang-Undang Nomor 18  Tahun  2012  tentang  Pangan  dan Peraturan  Pemerintah Nomor 68  tahun  2002  tentang  Ketahanan  Pangan, dikemukakan bahwa yang dimaksud  dengan  pangan  adalah segala sesuatu yang  berasal  dari  sumber  hayati  dan  air,  baik yang  diolah  maupun  tidak diolah  yang  diperuntukan sebagai  makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk  bahan  tambahan  pangan,  bahan  baku  pangan  dan bahan  lainnya  yang  digunakan  dalam  proses  penyiapan,  pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman.  Sehingga, jika kita berbicara tentang ketahanan  pangan, tentu tidak hanya berbicara tentang salah satu produksi pangan seperti ketersediaan beras, akan tetapi juga berbicara tentang pangan secara keseluruhan. Hal ini memiliki implikasi yang luas yang dapat mempengaruhi sektor-sektor lain.
3.      Proses Penyusunan kebijakan
Identifikasi masalah panganà rapat kerja dengan terkait pembahasan Ranperda Ketahanan Panganà konsultasi Awal ke Badan Ketahanan Pangan dan Badan Pengembangan  dan Penelitian  Kementerian Pertanian RI à rapat  kerja  dengan  mitra kerja terkait pembahasan Ranperda  Ketahanan Pangan à studi  banding  ke  Provinsi Sulawesi Selatan  dan  Provinsi  Jawa  Barat à konsultasi Akhir ke Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri dan Badan Ketahanan Pangan  Kementerian Pertanianà rapat finalisasi Pembahasanà Rapat  gabungan  Komisi  pembahasan Ranperda tentang  Ketahanan Panganà persetujuan Gubernur terkait ranperda.
Dari  rangkaian pembahasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan  Rakyat Provinsi Sumatera Barat dengan Pemerintah Daerah, menerima masukan, pendapat  dan saran dari Badan Ketahanan Pangan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pangan  Kementerian Pertanian, studi Banding ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan  Provinsi  Jawa Barat, konsultasi akhir ke Biro hukum Kementerian Dalam Negeri dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, maka pada prinsipnya Komisi II  DPRD Provinsi  Sumatera Barat mempunyai  maksud dan tujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat dan menjamin ketersediaan kebutuhan dasar masyarakat Sumatera  Barat. Ranperda  Usul  Prakarsa  yang  awalnya  pada Prolegda (progam legistif daerah) ditetapkan  adalah  tentang  Ketahanan Pangan,  setelah mengalami beberapa  pembahasan  dan  melakukan konsultasi  ke  Badan Ketahanan Pangan  dan  studi  banding  ke  2  daerah yang  telah  memiliki payung  hukum  terhadap  pangan, maka disimpulkan bahwa Ranperda Ketahanan Pangan diganti judulnya dengan Ranperda Kemandirian  Pangan.
4.         Isi
Adapun  substansi  yang  diatur  dalam  Ranperda  tentang  Ketahanan Pangan  ini,  meliputi:
1. Mengatur  tentang  ketersediaan  pangan  yang  didalamnya  diatur bagaimana  upaya  untuk  mewujudkan  ketersediaan  pangan  ini,  baik pada  kondisi  normal maupun  pada  kondisi darurat  atau daerah dalam keadaan  bencana.
2. Mengatur  tentang  bagaimana  menyiapkan  cadangan  pangan  untuk mengantisipasi  kondisi-kondisi  tertentu,  sehingga kebutuhan  pangan masyarakat tetap  terpenuhi  dan  terjaga  setiap  saat.
3. Mengatur  tentang  penganekaragaman  pangan  sebagai  upaya pengurangan  ketergantungan pada beras.
4. Mengatur tentang  pendistribusian  pangan  kepada  masyarakat sehingga terdapat  pemerataan  ketersediaan  pangan  ditengah-tengah masyarakat, harga  yang terjangkau  serta  tidak  ada  lagi  daerah-daerah yang langkah pangan.
5. Mengatur  tentang  lahan  pertanian  pangan  untuk  menjamin ketersediaan  lahan pertanian  pangan  dalam  upaya  menjaga  produksi pangan  tetap  terpenuhi.
6. Mengatur  tentang  kualitas  mutu  pangan  dan  gizi  pangan  yang  dikonsumsi oleh masyarakat.
7. Mengatur tentang  peran  serta  dan  kewajiban  Pemerintah  Provinsi, Pemerintah  Kabupaten/Kota,  Pemerintah  Desa/Nagari  dan masyarakat dalam  mewujudkan  ketahanan dan  ketersediaan  pangan masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh Ryan Meok 


ada gizi dilahan pertanian



Kabupaten lampung timur  sebagai daerah agraris perlu menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan ,efisiensi berkeadilan ,berkelanjutan ,berwawasan lingkungan ,dan kemandirian ,serta dengan menjaga keseimbangan ,kemajuan ,dan kesatuan ekonomi nasional.
Negara menjamin hak pangan sebagai hak asasi setiap warga negara sehingga negara berkewajiban menjamin kemandirian kemandirian, ketahanan, dan kedalautan pangan, dengan makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian pangan telah mengancam daya dukung wilayah dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Dengan adanya pembaruan agrarian yang berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria perlu perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.
Peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan ini melakukan pembinaan kepada para petani untuk mengolah lahan mereka sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil pangan yang berkualitas, diberikan beberapa penyuluhan serta edukasi untuk meningkatkan pemahaman dan juga pemberian bantuan pupuk untuk mengolah hasil pertanian sebaik mungkin. Dengan adanya peraturan ini masyarakat tidak perlu khawatir mengenai ketersediaan pangan karena pemerintah daerah sudah menyiapkan lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dari setiap penduduk diwilayah tersebut, sehingga akan menurunkan angka kejadian kurang gizi pada anak, remaja maupun lansia diwilayah tersebut.
Konteks terbentuknya Peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yaitu
Ø  Konteks struktural
Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat kejadian gizi buruk yang sangat banyak, hal ini dikarenakan masi banyaknya warga atau masyarakat Indonesia yang berada dalam kelas ekonomi menengah kebawah, upaya dari pemerintah untuk menghindari adanya kejadian gizi buruk maupun kenaikan harga pangan adalah dengan menyuplai cadangan makanan yang cukup, hal lain pula berpengaruh pada daerah agraria dimana wilayah agrarian harus dijaga lahannya untuk menghasilkan pangan yang baik untuk memenuhin gizi para masyarakat diwilayah yang bersangkutan. Dengan terpenuhinya tingkatan pangan yang baik dan lahan agraria yang memenuhi syarat makan angka kejadian gizi buruk akan punah.
Ø  Konteks Internasional
Perlindungan lahan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah lampung timur yakni dikarenakan untuk menenkankan kejadian kekurangan pangan, dimana apabila terjadinya sulitnya pasokan pangan yang dikarenakan tidak memiliki lahan maka pemerintah harus mengimpor baha-bahan makanan dari luar sehingga harga jual akan semakin tinggi, maka bagi para masyarakat yang memiliki tingkatan ekonomi kelas menengah kebawah akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi. Dalam kancah internasional pemerintah lampung timur sudah cukup baik dalam membuat peraturan daerah, sehingga lahan-lahan pertaniantidak berkurang dan bisa menghasilkan berbagai makanan loal dengan harga yang terjangkau. Hal ini sejalan dengan program global  Milenium Develompment Goals pada daerah lampung timur. Kemandirian pangan dipengaruhi oleh kemampuan produksi pangan dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.

Aktor yang terlibat dalam terbentuknya Peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah
v  Pemerintah
Yang terlibat dalam penyusunan peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan terdiri dari gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan diawali dengan penyusunan usulan perencanaan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten.
Perencanaan usulan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan inventarisasi, identifikasi dan penelitian, usulan perencanaan disebarkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran perbaikan, tanggapan dan saran perbaikan dari masyarakat menjadi pertimbangan perencanaan lahan pertanian berkelanjutan. Usulan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat diajukan oleh masyarakat untuk dimusyawarah bersama pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten.

Perumusan dilakukan peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, didasari olehkarena banyaknya kejadian gizi buruk sehingga perlu ditingkatkan jumlah lahan pertanian, untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan, melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian sehingga dapat mengurangi angka kejadian gizi kurang atau buruk diwilayah tersebut.
Perencanaan dan penetapan pada peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan meliputi,perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan terhadap lahan pertanian pangan dan lahan cadangan pertanian berkelanjutan yang berada didalam atau diluar kawasan pertanian pangan. Lahan pertanian pangan berkelanjutan  atau diluar kawasan pertanian pangan berkelanjutan berada pada kawasan pedesaan dan atau pada kawasan perkotaan di wilayah kabupaten.
Pada perencanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan berdasarkan perencanaan lahan pertanian berkelanjutan dilakukan pada kawasan pertanian, lahan pertanian, lahan cadangan pertanian dimana dimaksudkan sebagai pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk, pertumbuhan produktivitas, kebutuhan pangan nasional, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan dimana perancangan ini dijadikan dasar untuk menyusun prediksi jumlah produksi, luas baku laha, dan sebaran lokasi lahan pertanian pangan berkelanjutan serta kehiatan yang menunjang.
            Pengembangan peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan terdiri dari pemerintah daerah melakukan pengembangan terhadap perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan melalui optimasi lahan pangan, dimana dimaksudkan adalah intensifikasi lahan pertanian pangan, ekstensifikasi lahan pertanian pangan, diversifikasi lahan pertanian pangan dan rehabilitasi lahan pertanian pangan.
Peraturan daerah lampung timur  nomor 05 tahun 2017 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan bukan hanya kepada para petani tetapi juga kepada masyarakat terlebih kepada generasi muda, dimana dengan adanya peraturan ini, kehidupan masyarakat petani lebih dimudahkan dan diperhatikan kesejahteraannya, bagi masyarakat pula gizi terpenuhi.



Artikel ini ditulis oleh: Gusti Ayu Putu Ika B.S.A.

Aman bahannya, aman makanannya

Aman bahannya, aman makanannya

Latar Belakang
Sejak dahulu kala, Indonesia dikenal oleh dunia sebagai suatu negara maritim sekaligus negara agraris. Yang dimaksudkan negara maritim ialah Indonesia merupakan negara dengan luas teritorial lautnya lebih besar dari daratannya. Sehingga Indonesia memiliki sumber daya kelautan yang sangat banyak. Sedangkan yang dimaksudkan dengan negara agraris adalah Indonesia merupakan negara yang memiliki luas lahan pertanian yang tak perlu diragukan lagi yang didukung oleh mata pencaharian penduduknya yang sebagian besar adalah petani atau dengan bercocok tanam. Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah untuk diolah menjadi berbagai macam bahan pokok maupun bahan tambahan, utamanya adalah pangan.
Pangan merupakan kebutuhan utama setiap manusia di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pangan merupakan hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hal mendasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, seiring berjalannya waktu, saat ini Indonesia justru menghadapi masalah dalam bidang pangan. Hal ini tidak melulu mengenai jumlah atau ketersediaan cadangan pangan, lebih dari itu adalah mengenai kualitas bahan baku yang aman untuk dikonsumsi. Keamanan pangan sangat penting, hal ini terkait dengan penyakit akibat pangan dari satu daerah menjadi masalah nasional bahkan hingga internasional.
Di Indonesia keamanan pangan masih mengalami banyak masalah. Selain banyaknya kejadian luar biasa akibat keracunan pangan, permasalahan lain adalah banyaknya penyakit yang ditimbulkan akibat kualitas makanan yang buruk. Untuk itu, berbagai intervensi keamanan pangan sangat perlu dilakukan. Diantaranya adalah dengan pembuatan peraturan daerah untuk menjamin mutu dan keamanan pangan.
Isi Kebijakan :
Isi kebijakan dalam peraturan daerah ini sangat baik dan lengkap karena telah mengatur segala hal terkait keamanan dan mutu produk pangan, mulai dari produksi, pengemasan, distribusi sampai ke permasalahan hukum untuk oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dalam memenuhi persyaratan mutu dan kemanan pangan
  • Dalam pasal 1-2 yang dimaksud dengan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Sedangkan yang dimaksud dengan penjaminan mutu dan keamanan pangan adalah upaya terpadu yang meliputi pengaturan, kebijakan pengendalian, pengembangan, dan pengawasan pangan, agar : pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, serta mencegah cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan masyarakat
  • Dalam pasal 5-7 mengatur mengenai jaminan mutu pangan dengan memenuhi beberapa persyaratan mutu seperti sertifikat mutu.
  • Dalam pasal 8-13 mengatur tentang jaminan keamanan meliputi : persyaratan teknis, persyaratan higienis, aman dari pengaruh pencemaran bahan kimia, aman dari pengaruh pencemaran biologis dan  aman dari pengaruh pencemaran fisika.  
  • Dalam pasal 9-11 mengatur tentang sanitasi pangan dengan mengendalian resiko bahaya pada pangan yang berasal dari bahan, alat dan sarana produksi selama proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran pangan
  • Dalam pasal 12 mengatur tentang kemasan pangan dimana setiap produsen pangan diwajibkan menggunakan kemasan dengan tujuan mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, melindungi produk dari kotoran, dan membebaskan pangan dari jasad renik patogen.
  • Dalam pasal 14 mengatur bahwa setiap produsen diwajibkan mencantumkan label pada produk dan/atau pada kemasan pangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  • Dalam pasal 16 dikatakan bahwa setiap pelaku usaha harus memiliki izin tertulis, dan izin tersebut harus diulang setiap 3 tahun untuk prima dan setiap 5 tahun sekali untuk registrasi produk dalam negeri, apabila hal tersebut telah dilakukan maka selanjutnya akan mendapatkan sertifikasi tanda daftar ulang.
  • Dalam pasal 33-34 diatur juga mengenai penyidikan dan hukuman pidana bagi oknum-oknum produsen yang tidak mematuhi peraturan daerah yang bersangkutan.
Pelaku Kebijakan
Berikut adalah rincian masing-masing pelaku kebijakan :
  • Walikota setempat /pemerintah kota dan DPRD bertanggungjawab dalam mengkaji dan memberikan/ tidaknya suatu izin usaha komoditas pangan.
  • Lembaga pengendalian mutu bertanggung jawab untuk memberikan pembinaan/ sosialisasi terkait pengendalian mutu pangan kepada masyarakat serta mewujudkan standarisasi mutu dan keamanan komoditas hasil pangan
  • Petugas pengawas mutu komoditas bertugas melakukan pengawasan mutu baik secara berkala maupun khusus.
  • Pemerintah daerah terkait seperti dinas kesehatan, dinas pertanian, dinas perindustrian dan perdagangan beranggungjawab untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap kandungan cemaran apabila ada temuan/laporan dari masyarakat dan atau rutin setiap minimal dua bulan sekali atau.
  • Tim keamanan pangan bertanggungjawab untuk menerima laporan dan melaporkan kembali pada tim penyidik dan walikota.
  • Balai Pengawas Obat dan Makanan
  • Pelaku usaha pangan/ produsen dan distributor pangan
  • Masyarakat bertanggung jawab melakukan pengawasan secara langsung dan  melaporkan oknum-oknum yang menyalahgunakan izin produksi pangan.
Konteks
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan :
  • Pemerintah Kota. Pemerintah kota setempat harus terus mengupayakan pengawasan mutu keamanan pangan, serta mendukung dalam hal sarana dan prasaranan untuk  lembaga-lembaga terkait dan juga masyarakat dalam melaksanakan penggendalian mutu pangan
  • Masyarakat. Sampai saat ini masyarakat masih bersikap acuh terhadap bahaya bahan makanan yang tidak baik bagi kesehatan, hal ini dikarenakan pengetahuan masyarakat yang masih sangat minim.
  • Pelaku Usaha. Sampai saat ini para pelaku usaha masih memiliki pola pikir untuk mencari keuntungan saja, tanpa mempedulikan bahaya bahan tambahan makanan yang mereka produksi untuk masyarakat.
  • BPOM. BPOM harus terus berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait keamanan dan mutu pangan dengan cara memberikan penyuluhan dan pembinaan, membangun kerjasama dengan kader-kader masyarakat ataupun dengan lembaga lain untuk memberdayakan masyarakat.
Proses
Sebelum peraturan daerah ini dibuat, telah lebih dulu muncul UU Nomor 36/2015 tentang kesehatan, UU Nomor 18/2012 tentang pangan, PP Nomor 28/2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan dan PP Nomor 17/2015 tentang kesehatan pangan dan Gizi. Namun tampaknya kebijakan-kebijakan diatas belumlah cukup, melihat fakta bahwa insiden keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 26%, dari 132 kejadian luar biasa penyakit dan keracunan pangan.  Selain itu di kota Lubuklinggau Sumatera Selatan sendiri dilaporkan masih banyak penyalahgunaan bahan tambahan pangan. Sehingga dibuatlah Peraturan Daerah tersebut .

Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Artikel ini ditulis oleh [Yuliana Sintia]

ASI untuk Kemajuan Indonesia

            Kebijakan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan serta faktor- faktor penentunya. Analisis kebijakan penting dilakukan untuk memperoleh penjelasan terhadap hasil kebijakan yang akan dicapai dan piranti untuk membuat kebijakan masa depan dan dapat diimplementasikan lebih efektif.  Kebijakan kesehatan yang terkait dengan pelayanan kesehatan merupakan suatu serangkaian pelayanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
            Penelitian kebijakan kesehatan ini sebagian besar berfokus pada isi, pelaku (aktor), konteks dan proses kebijakan. Para pelaku dapat dipengaruhi sebagai seorang individu, anggota, kelompok atau organisasi. Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ketidak stabilan atau ideologi dalam hal sejarah dan budaya serta proses penyusunan kebijakan,  dan bagaimana isi dapat menjadi agenda kebijakan dan bagaimana isi tersebut dapat berharga dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan mereka dalam struktur kekuatan, norma dan harapan mereka sendiri. Isi dari kebijakan menunjukkan seluruh bagian tersebut. Segitiga kebijakan dapat bersifat retrospektif yaitu meliputi evaluasi dan monitoring kebijakan dan prospektif yaitu dengan memberi pemikiran strategis, advokasi dan lobio kebijakan.
            Peraturan daerah nomor 2 tahun 2015 merupakan peraturan yang mengatur tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Pemberian ASI Eksklusif, mulai dari ASI Eksklusif hingga sanksi administratif yang diberikan kepada pihak-pihak yang melanggar. Dengan melalui pendekatan segitiga kebijakan yang meliputi : Pelaku/Aktor, Isi, Konteks dan Proses, mari kita analisa lebih dalam tentang kebijakan unggulan kota Jombang yang berhasil meraih empat kali berturut-turut Penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) ini .


           
Pelaku/Aktor
a.       Pembuatan dan Penyusunan Kebijakan
·         Kementerian Kesehatan
·         Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
·         Pemerintah Daerah ( Bupati Kabupaten Jombang)
·         Lembaga Swadaya Masyarakat beserta Lembaga Swadaya Organisasi Masyarakat setempat
·         Kelompok intersektoral daerah ; Bappeda

b.      Pelaksana
·         Pemerintah Desa
·         LSM yang bekerja sebagai promotif dan preventif , Kelompok Peduli ASI (KP-ASI), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
·         Penyedia layanan kesehatan : Rumah Sakit , Klinik , Puskesmas , Praktek
·         Tenaga Kesehatan : Dokter , Perawat, Bidan, Kader kesehatan.
·         Masyarakat

Konteks Kebijakan
    Zaman modern sekarang ini telah membuat seorang ibu makin enggan dalam menyusui anaknya. Lantas, ibu-ibu lebih percaya terhadap pemberian susu formula sebagai pengganti ASI yang tidak diketahui bagaimana tingkat keamanannya bagi bayi, padahal susu formula merupakan penyebab timbulnya masalah-masalah kesehatan baru bagi anak dan ibu, seperti obesitas dan infeksi chronobacter pada anak, kanker payudara, kanker indung telur serta diabetes pada ibu.
       Pergeseran asumsi masyarakat mengenai ASI Eksklusif dan menggantinya dengan susu formula menjadi masalah baru yang bisa meningkatkan resiko kematian pada bayi. Pemenuhan ASI merupakan hak dasar yang dimiliki bayi pada setiap 6 bulan pertama sejak dilahirkan, pemberian ASI sebenarnya difungsikan untuk menekan angka kematian bayi (AKB), karena ASI memiliki semua kandungan gizi yang diperlukan bayi. AKB di Jombang pada tahun 2012 terdapat 12,1% per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2014 angka kematian bayi berada pada kisaran 10,4% per 1000 kelahiran hidup.
   Banyak masyarakat yang berpikir bahwa ASI saja tidak cukup , sehingga mereka mengkombinasikan asupan yang diberikan pada bayi dengan susu buatan pabrik. Selain itu, usaha pemerintah dalam menanggapi kebijakan pro ASI juga menurun, meski telah terdapat UU dan Perpu yang melatarbelakangi masyarakat untuk melakuka ASI eksklusif namun hal tersebut sia-sia bila tidak terdapat dorongan dan kebijakan yang membantu, salah satunya seperti kelonggaran kebijakan pemasaran produk susu formula yang merupakan musuh terbesar program ASI eksklusif.  Padahal dari segi internasional, pemasaran susu formula secara langsung sudah sangat ditentang menurut the international code of marketing breastmilk substitutes yang dikeluarkan oleh PBB dalam naungan Badan Kesehatan Indonesia (WHO).
Isi / Konten
1.      Maksud dan Tujuan
    Maksud dibuatnya kebijakan ini adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak, meningkatkan derajat kesehatan keluarga dan memberikan nilai ekonomis kepada masyarakat dengan mengurangi pemakaian susu formula bayi dan/atau produk bayi lain.

    Tujuannya adalah untuk menjamin pemenuhan hak bayi mendapatkan ASI Eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan demi menjamin pertumbuhan dan perkembangannya, memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya serta meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat dan Pemerintah Daerah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

2.      Sasaran
    Sasaran kebijakan ini adalah setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya.

3.      Pemberian ASI Eksklusif
    ASI Eksklusif wajib diberikan kepada bayi sejak dilahirkan hingga berusia 6 bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Pemberian ASI Ekslusif tersebut melibatkan beberapa pihak terkait seperti : tenaga medis yang mendukung peran dalam edukasi dan informasi seperti inisiasi menyusui dini (IMD) , konselor ASI yang terlatih dan bersertifikat mengenai keterampilan pemberian ASI, Tempat kerja dan tempat sarana umum serta penyelenggara tempat kerja dan umum yang harus mendukung pemberian ASI Eksklusif.
4.      Susu Formula
    Pemberian susu formula dilarang penggunaannya pada bayi yang baru dilahirkan hingga usia 6 bulan, kecuali dengan indikasi medis dan anjuran dari dokter. Tenaga kesehatan pun dilarang mempromosikan susu formula atau makanan dan/atau minuman lain selain ASI Eksklusif dengan cara apapun.

Proses
    Berawal dari keterbatasan informasi dan pengetahuan masyarakat di Kabupaten Jombang sebelum tahun 2012, Jombang merupakan Kabupaten yang darurat akan angka kematian ibu dan bayi. Tahun 2010 angka kematian ibu  mencapai 78,8% per 100.000 kelahiran hidup. Namun angka kematian bayi sebesar 10,1% per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2014 upaya peningkatan pemberian ASI di Kabupaten Jombang dirasa kurang dari target 80% cakupan capaian ASI di Kabupaten Jombang    masih 71,8% serta menindak lanjuti Peraturan Bupati nomor 10  Tahun 2012 tentang kewajiban rumah sakit di Jombang melakukan rawat gabung dan IMD maka lahirlah rancangan Perda tentang ASI
    Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2015 tentang Pemberian ASI Eksklusif saat ini sudah terlaksana dan dapat di monitor dengan baik kinerjanya. Saat ini Perda tersebut juga mendukung adanya program pemerintah yaitu gerakan masyarakat peduli tingkatkan ASI Eksklusif (Gempita). Dukungan dari pemerintah dan masyarakat menjadikan kebijakan tersebut saat ini dapat berjalan dan semakin meningkat perannya dalam masyarakat. Keberhasilan Kabupaten Jombang dalam meningkatkan Pemberian ASI Eksklusif semakin memotivasi pemerintah untuk menyempurnakan program tersebut. Pada tahun 2016 sedang diusahakan untuk pengesahan peraturan untuk tempat kerja dan tempat umum harus menyediakan tempat privat untuk ibu yang menyusui.

Daftar Pustaka
PENDEKATAN SEGITIGA KEBIJAKAN
Peraturan Daerah Kabupaten Jombang
Nomor : 2  Tahun 2015
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

Ketahanan Pangan Untuk Kotaku Tercinta

Pangan dan gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas nasional dan perbaikan kualitas hidup penduduk Indonesia. Penyediaan pangan harus memenuhi kebutuhan gizi, keamanan pangan dan terjangkau seluruh individu setiap saat. Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat mendasar dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia (SDM) yang   berkualitas, mandiri  dan  sejahtera, melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi  dan beragam  serta tersebar merata di   seluruh wilayah kota Pekalongan  dan terjangkau oleh daya beli masyarakat, hal ini yang menjadi  latar belakang terbentuknya Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketahanan Pangan. Pengertian ketahanan pangan daerah sendiri adalah kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi perseorangan dan rumah tangga di daerah, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan  agama,  keyakinan,   dan  budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Dalam pernyataan Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, saat membuka kegiatan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ke X tahun 2012 di Jakarta (20/11). "Keadaan gizi masyarakat adalah indikator utama ketahanan pangan, sedangkan kemandirian dan kearifan lokal merupakan perwujudan semangat menuju kedaulatan pangan",  ujar Menkes.
Kebijakan mengenai ketahan pangan Kota Pekalongan perlu kita analisis menggunakan pendekatan segitiga kebijkan.
1.    Aktor atau pelaku dalam kebijakan "Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketahanan Pangan"
-       Pemerintah Daerah  adalah  Walikota  sebagai   unsur  penyelenggara, pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
-       Walikota adalah Walikota Pekalongan.
-        Petani adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang pangan.
-       Nelayan adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun keluarganya yang mata  pencahariannya  melakukan  penangkapan ikan.
-       Pelaku Usaha Pangan adalah setiap orang yang bergerak pada satu atau  lebih  subsistem  agribisnis   Pangan,   yaitu  penyedia   masukan produksi,   proses   produksi,   pengolahan,   pemasaran,   perdagangan, dan penunjang.
-       Masyarakat Kota Pekalongan.
2.    Konteks dalam kebijakan Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketahanan Pangan".
-       Konteks Situasional
Saat ini, di Indonesia masih dihadapkan pada masalah gizi. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 tercatat ada 18,8% anak yang mengalami kurang gizi. Angka ini masih berada di atas target target MDGs pada tahun 2015, yaitu 15,5%. Akan tetapi terdapat 1,6% anak yang mengalami gizi lebih. Gizi lebih atau obesitas adalah salah satu risiko utama penyakit tidak menular (PTM) yang merupakan penyebab utama kematian di Indonesia.
-        Konteks Internasional
Ketahanan pangan nasional kerap menghadapi tantangan, baik dari lingkungan dalam negeri maupun lingkungan luar negeri (global). Tantangan ketahanan pangan yang sering muncul dari dalam negeri seperti penyediaan lahan pertanian yang produktif, penyediaan infrastruktur pertanian yang memadai, stabilisasi harga pangan dalam negeri, distribusi pangan yang merata dalam lingkup wilayah geografis yang luas, dan menjamin sistem produksi pangan yang tahan terhadap gangguan bencana alam. Sementara itu, di lingkungan global diwarnai oleh perubahan iklim yang sangat drastis; konflik pemanfaatan global terhadap sumberdaya pertanian bagi penyediaan pangan, pakan, dan energi; semakin protektifnya negara maju terhadap produk pangan dan sektor pertanian; serta format perdagangan bebas melalui World Trade Organization (WTO).
-         Konteks Budaya
Menyadarkan dan mengubah pola pikir masyarakat kota Pekalongan mengenai budaya makan, "belum makan nasi berarti belum makan" menjadi makan makanan yang mengandung keseimbangan gizi tidak hanya asal kenyang.
3.    Proses dalam Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketahanan Pangan"
Meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pangan à menyediakan pangan dalam  jumlah  dan  kualitas   yang   memenuhi   kebutuhan  à pendistribusian pangan sampai dengan   tingkat perseorangan atau rumah tangga.
Pemerintah   Daerah   bertanggung   jawab   untuk   meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas pangan. Peningkatan produksi dan produktivitas   komoditas pangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Mengupayakan   ketersediaan   lahan   pertanian   pangan berkelanjutan.
b. Melaksanakan pengendalian terhadap ancaman hama tumbuhan, penyakit   hewan dan bencana alam.
c. Memanfaatkan berbagai keunggulan komparatif  di sektor pangan.
d. Meningkatkan kemampuan  petani   dan  nelayan  dalam penerapan  teknologi.
e. Memobilisasi masyarakat dalam memproduksi pangan yang cukup dan berkelanjutan
f. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam produksi pangan dan cadangan pangan.
Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menyediakan pangan dalam  jumlah  dan  kualitas   yang   memenuhi   kebutuhan  konsumsi masyarakat Pekalongan dengan cara sebagai berikut :
a. Meningkatkan  kemampuan   dalam   pengelolaan   cadangan pangan.
b. Membuk kesempatan bagi Pelaku Usaha Panga dan masyarakat untuk   berperan secara aktif dalam upaya penyediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan.
c. Melibatkan masyarakat dan Pelaku Usaha Pangan dalam penyediaan cadangan pangan.
Pemerinta Daerah memfasilitasi pendistribusian pangan sampai dengan   tingkat perseorangan atau rumah tangga, dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan di Daerah. Pemerintah   Daerah   wajib   mendistribusikan   pangan   untuk   daerah terpencil yang sulit dijangkau atau daerah yang terkena bencana.
a. Menyediakan sarana dan prasarana transportasi yang dapat menjangkau seluruh wilayah.
b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kelembagaan pemasaran komoditi pangan.
c. Melibatkan peran Pelaku Usaha Pangan dan masyarakat secara aktif dalam   mendistribusikan pangan   secara   merata,   sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4. Konten atau isi dalam Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketahanan Pangan" adalah terdapat 28 pasal anatara lain membahas mengenai fungsi dan ruang llingkup, kewenangan, perencanaan ketahanan pangan daerah, penyelenggaran ketahanan pangan daerah, infrastruktur sarana dan prasarana, pembinaan pengawasan dan pengendalian, pembiayaan.
Undang   Undang   Nomor   18   Tahun   2012   tentang   Pangan, penyelenggaraan Ketahanan Pangan merupakan salah satu urusan wajib   pemerintahan   bidang   pangan   yang   diselenggarakan   oleh pemerintahan   daerah, diharapakan dengan adanya Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Ketahanan Pangan dapat mengatasi masalah pangan dan gizi yang ada di kota Pekalongan dan dapat mensejahterakan masyarakat kota Pekalongan.

Artikel ini ditulis oleh Sostenia Violetta Tanto Tamzir 42160041
Sumber :


Pangan Aman, Hidup Nyaman

Keamanan pangan merupakan salah satu isu sentral yang berkembang di masyarakat, baik karena masih banyaknya kasus-kasus keracunan bahan pangan maupun semakin meningkatnya kesadaran  dan tuntutan masyarakat terhadap makanan yang sehat dan halal.
Sebanyak tujuh desa di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, masuk dalam kategori rawan pangan pada tahun 2016. Tujuh desa itu, yakni Desa Duwet dan Wonosari di Kacematan Wonosari; Desa Banyusoco di Kecamatan Playen; Desa Mertelu di Kecamatan Gedangsari; Desa Kenteng di Kecamatan Ponjong; serta Desa Grogol dan Krasem di Kecamatan Paliyan.

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul Bambang Wisnu Brata menjelaskan, rawan pangan di tujuh desa itu disebabkan sejumlah permasalahan. Misalnya, sulitnya akses ke tujuh desa tersebut dan rendahnya produksi tanaman pangan.

Menurut Bambang, pemerintah setempat sudah menyusun sejumlah langkah untuk mengatasi kondisi itu. "Pemerintah akan mencoba memperbaiki akses dan intensifikasi sektor pertanian,"
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu keamanan pangan harus lebih dahulu dipentingkan sebelum diikuti atribut mutu lainnya. Pangan yang cacat akibat tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan secara fisik yang dapat dilihat secara nyata berakibat terhadap penolakan konsumen serta rendahnya penjualan, sementara bahaya keamanan pangan yang tersembunyi dan tidak terdeteksi akan menimbulkan resiko bagi tubuh bila dikonsumsi. 
Kabupaten Gunungkidul merupakan produsen sekaligus konsumen pangan sehingga Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berkewajiban menjamin pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kabupaten Gunungkidul adalah pangan yang aman dan sehat. 
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Namun demikian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan belum mengatur secara rinci mengenai kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam mewujudkan keamanan pangan. Oleh karena itu di Daerah perlu dilakukan regulasi yang mengatur tentang penyelenggaraan Keamanan Pangan segar dan olahan di setiap rantai Pangan secara terpadu sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi secara aman tanpa ada rasa takut. 
Hal ini yang perlu mendapat perhatian dan langkah nyata untuk memperkecil resiko bagi masyarakat yang disebabkan oleh pangan yang di konsumsi. 
sehingga pemerintah daerah kulonprogo membentuk peraturan daerah  nomor 3 tahun 2016 yang mengatur tentang keamanan pangan yang mengatur dan menjaga pangan tetap aman, higienis, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat dan mencegah cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Dalam penulisan ini saya akan menganalisa peraturan daerah gunungkidul nomor 3 tahun 2016 terkait keamanan pangan dengan pendekatan segitiga analisis kebijakan

1. Aktor atau Pelaku yang terlibat dalam kebijakan ini :
1. Bupati daerah gunungkidul
2. DPRD kabupaten gunungkidul
3. Wakil bupati daerah gunungkidul
4. Sekertaris daerah gunungkidul
5. Kepala dinas kesehatan daerah gunungkidul
6. Kepala bidang ketahanan pangan daerah gunungkidul
7. Dinas perkebunan daerah gunungkidul
8. Dinas perikanan daerah gunungkidul
9. Dinas peternakan daerah gunungkidul
10. Dinas perairan daerah gunungkidul
11. Dinas pertanian daerah gunungkidul
12. Mui
13. Industri pangan rumah tangga
14. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
15. Inspektorat
16. Deputi 3 BPOM bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya
17. Direktorat penilaian keamanan pangan
18. Direktorat standarisasi produk pangan
19. Direktorat inspeksi dan sertifikasi pangan
20. Direktorat suveilans dan penyuluhan keamanan pangan
21. Inspektorat pengawasan produk dan bahan berbahaya

2. Konteks
Masalah keamanan pangan di daerah gunungkidul masih sangat rendah dimana masih didapatkan beberapa kasus keracunan makanan, diantaranya pada tahun 2015 puluhan warga gunungkidul dilarikan kepuskesmas setempat karena dicurigai mengalami keracunan makanan setelah melakukan hajatan bersama, selain kasus keracunan, BPOM juga menemukan kandungan berbahaya yang terkandung dalam 11 jenis makanan di gunungkidul yang tidak disadari oleh warga.

3. Konten atau Isi
Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya kebijakan daerah ini adalah untuk menjaga pangan tetap aman, higenis dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat dan mencegah pencemaran bilogis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Tujuan disusunnya kebijakan daerah ini adalah agar tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan bagi kepentingan kesehatan, terciptanya sistem keamanan pangan, terciptanya pasar bagi produksi pangan di daerah, terwujudnya kegiatan penjaminan keamanan pangan dan memberikan jaminan keamanan pangan dan perlindungan bagi masyarakat.

Sasaran dari kebijakan ini adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, baik sendiri ataupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi yang dapat berupa penyedia masukan produksi, proses produksi, pengelolahan, pemasaran, perdagangan dan penunjang.

Pengawasan dan kewenangan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan keamanan pangan antara adalah Pembinaan, pengawasan dan fasilitasi pengembangan usaha pangan segar untuk memenuhi syarat teknis minimal keamanan pangan, pelaksanaan sertifikasi Pangan Olahan untuk usaha pangan siap saji dan industri rumah tangga pangan, pembinaan dan pengawasan terhadap produsen pangan siap saji dan industri rumah tangga pangan dan melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga.

4. Proses Kebijakan
Kebijakan keamanan pangan ini berjalan dibawah pengawasan tim terpadu yang dibentuk oleh bupati yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan. Selain tim terpadu, masyarakat juga mempunyai peran serta dalam penyempurnaan dan peningkatan keamanan pangan dengan memberi masukan dan atau cara pemecahan mengenai hal-hal dibidang pangan dan evaluasi dari masyarakat.



Artikel ini ditulis oleh : Faisal Shaldy / 42160039

Ikutilah Jalan Orang Baik dan Orang Benar

Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Amsal 2:20 TB