Filosofi Makanan Menurut Ernestine Benita
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013-2015, setidaknya terdapat 300.000 mahasiswa dari perguruan tinggi negeri dan swasta di Yogyakarta. Lantas, apakah kemudian yang dikonsumsi oleh ratusan ribu mahasiswa ini? Restoran cepat saji hingga Warmindo di Yogyakarta tidak pernah sepi pengunjung. Apabila bisnis makanan tidak pernah sepi, maka terdapat kemungkinan bahwa hanya sedikit mahasiswa yang berbelanja dan memasak bahan makanannya sendiri. Di jaman yang segala sesuatunya dimudahkan secara online, tersedia pula aplikasi pemesanan makanan berbasis online yang semakin mempermudah memperoleh pesanan makanan. Ribuan orderan diantarkan setiap harinya dari ratusan restoran cepat saji yang terdaftar sebagai mitra.
Ketika yang dikonsumsi oleh mahasiswa adalah makanan cepat saji atau yang cenderung berkalori tinggi, didukung oleh rasa malas dan merasa tidak perlu berjalan jauh untuk makan, pertanyaan besarnya adalah apakah hal ini sehat dan dapat dibenarkan? Generasi yang saya pun termasuk di dalamnya. "Dis-moi ce que tu manges, je te dirai ce que tu es" atau "Tell me what you eat and I will tell you what you are" begitulah yang dikatakan Anthelme Brillat-Savarin, seorang pengacara dan politisi asal Perancis pada tahun 1826. Ia beranggapan bahwa kesehatan mental, emosi, dan fisik seseorang dapat dilihat dari apa yang telah dimakan. Kemudian pada tahun 1863, seorang filsuf dari Jerman, Ludwig Andreas Feurerbach mengatakan, "Der Mensch ist, was er ißt" atau "A man is what he eats". Istilah ini kemudian lebih ringkas dan populer pada 1942 dengan, "You are what you eat", berkat Victor Lindlahr, seorang ahli gizi berkebangsaan Inggris, yang berdasarkan risetnya menyatakan bahwa 90% penyakit timbul dari bahan makanan yang murahan.
Ketiga tokoh yang dapat dikatakan filsuf dan ahli kesehatan ini memiliki pandangan serupa. Bukan tanpa alasan, pada masanya mereka menghadapi situasi politik dan kesehatan masyarakat yang cenderung labil. Ditambah lagi perkembangan ilmu medis yang belum berkembang pesat seperti saat ini, membuat mereka memikirkan upaya preventif (dengan gaya hidup sehat), dibandingkan mengkonsumsi obat atau bahkan harus menunggu saat menjelang kematian karena obat yang belum ditemukan. Kondisi kesehatan masyarakat yang kurang baik kemudian memicu ketidakstabilan politik dalam negara. Mengapa filosofi ini kemudian tampak begitu relevan dengan kesehatan? Tubuh tentunya selalu mengupayakan terjaganya homeostasis. Kesetimbangan didapatkan dari berbagai aspek, baik internal maupun eksternal. Faktanya, makanan yang dikonsumsi oleh seseorang memengaruhi proses homeostasis. Nutrisi pada makanan penting bagi tumbuh kembang dan pemeliharaan fungsi tubuh. Ketika homeostasis tidak berlangsung dengan baik, maka tubuh akan menjadi lebih mudah mengalami gangguan. Ketidaksetimbangan dalam tubuh sangat mempengaruhi kondisi mental, emosi, dan fisik seseorang. Belum lagi dengan beban kerja yang berat, depresi, dan pola tidur tak teratur tanpa adanya aktivitas olah raga. Jika terus menerus dibiarkan dan bahkan dibiasakan, kondisi ini mengancam kesehatan seseorang secara keseluruhan di masa mendatang.
Hal ini menjadi jelas bahwa filosofi "You are what you eat" menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Ketidakmampuan untuk menyeimbangkan pola hidup sehat dengan makanan sehari-hari membuat mahasiswa rentan terhadap ancaman penyakit serius di masa mendatang karena ketidakmampuan untuk menyeimbangkan pola hidup sehat dengan makanan sehari-hari. Mengenali jenis makanan yang baik atau buruk bagi kesehatan sangatlah penting. Berdasarkan Guidelines for Regulating Food High in Fat, Sugar and Salt (HFSS) yang dirilis WHO, sangat penting untuk mengontrol apa yang kita makan sehari-hari. Sebisa mungkin mengkonsumsi sayur mayur dan buah-buahan secukupnya dan menghindari gorengan ataupun junk food lainnya. Tidak ada istilah "makan sebanyak-banyaknya" dalam panduan ini, melainkan "secukupnya". Hal ini menyatakan bahwa apapun yang kita makan haruslah sesuai dengan kebutuhan kalori dan nutrisi masing-masing individu tiap harinya. Segala sesuatu yang berlebihan tidak pernah baik bagi tubuh.
Mari kita ingat perkataan Hippocrates semasa hidup, "Let your food be your medicine, and your medicine be your food". Obat terbaik bagi kesehatan tubuh adalah makanan sehat yang mencukupi nutrisi diri secara seimbang. Pilihlah yang akan anda makan, dan makan yang anda pilih.
Artikel ini ditulis oleh Ernestine Benita – NIM 41150017
Daftar Pustaka
1. Badan Pusat Statistik. Jumlah Perguruan Tinggi, Mahasiswa, dan Tenaga Edukatif (Negeri dan Swasta) di Bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Provinsi tahun ajaran 2013/2014-2014/2015.
2. Feuerbach, Ludwig Andreas. 1863. Concerning Spiritualism and Materialism.
3. Lindlahr, Victor. 1942. You Are What You Eat: how to win and keep health with diet.
4. Savarin, Anthelme Brillat. 1826. Physiologie du Gout, ou Meditations de Gastronomie Transcendante.
5. WHO. 2014. Guidelines for Regulating Food High in Fat, Sugar and Salt (HFSS) also popularly known as Junk Food.
6. Food is Medicine oleh http://www.healthy-eating-support.org/food-is-medicine.html. Diakses pada 23 Agustus 2017.
7. You are what You Eat oleh http://www.phrases.org.uk/meanings/you-are-what-you-eat.html. Diakses pada 23 Agustus 2017.
8. Who First Said "You Are What You Eat?" oleh http://www.culinarylore.com/food-history:who-first-said-you-are-what-you-eat diakses pada 23 Agustus 2017.
9. A glance at the scientific history of the saying "you are what you eat" via Steven Shapin oleh Davidson, Joshua dalam https://mealscape.wordpress.com/2013/10/05/a-glance-at-scientific-history-of-you-are-what-you-eat-with-eminent-steven-shapin. Diakses pada 23 Agustus 2017.
10. How does Food Impact Health? oleh Denton, Carolyn dalam https://www.takingcharge.csh.umn.edu/explore-healing-practices/food-medicine/how-does-food-impact-health. Diakses 23 Agustus 2017.
No comments:
Post a Comment