Monday, August 28, 2017

Ringkasan Jurnal Gizi oleh Andreas Philip Avianto Wicaksono

Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada masa remaja cenderung berlanjut hingga masa dewasa dan lansia.
Global Health Observatory (GHO) melaporkan bahwa di dunia, paling sedikit 2.8 juta orang meninggal setiap tahun akibat memiliki status gizi overweight maupun obesitas, dan sekitar 35.8 juta (2.3%) dari Disability-Adjusted Life Year (DALY) di dunia disebabkan oleh overweight dan obesitas. Data Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi nasional gizi lebih (overweight dan obesitas) pada remaja Indonesia (13—15 tahun) berjenis kelamin laki-laki sebesar 2.9% dan perempuan.
Berbagai upaya dilakukan oleh remaja untuk menurunkan berat badan atau mempertahankan status gizi, salah satunya dengan melewatkan sarapan. Survei di lima kota besar menunjukkan, 17% orang dewasa tak sarapan, dan 13% tidak sarapan setiap hari. Angka tidak sarapan pada anak-anak bervariasi dari 17% di Jakarta, hingga 59% di Yogyakarta (Hardinsyah & Aries 2012). Berkebalikan dengan persepsi remaja pada umumnya, penelitian menunjukkan kebiasaan melewatkan sarapan justru memiliki risiko terhadap overweight dan obesitas yang lebih tinggi (Rampersaud et al. 2005).
Dilakukan survei di SMP Bosowa Bina Insani Bogor dengan subjek yaitu siswa siswi dalam sekolah tersebut untuk melihat bagaimana pola makan menyangkut kebiasaan sarapan, kecukupan gizi dan kecukupan energi. Didapatkan hasil pada kebiasaan sarapan, didapatkan 17% murid tidak bisa melakukan sarapan, 2 alasan terbanyak yaitu tidak nafsu makan tidak sempat. Namun, didapatkan sarapan yang dikonsumsi hamper semua memiliki asupan energi yang kurang sehingga tidak terlalu mempengaruhi asupan gizi secara signifikan dengan yang tidak sarapan. Jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi untuk sarapan merupakan sumber protein seperti susu, roti. Hanya sedikit yang mengkonsumsi mie, pangan hewani. Melihat dari asupan gizi, tercatat rata rata lemak yang dikonsumsi sangat banyak yaitu mencapai 35% yang merupakan hasil kurang baik karena dapat mengarah ke obesitas dan kenaikan berat badan.
Mengenai tingkat kecupukan energi dan protein, sebagian besar subjek memiliki kecukupan protein lebih kecil daripada tingkat kecukupan minimal yaitu 80% AKG (80.0%). Menurut Riskesdas 2010, persentase remaja dengan kecukupan protein di bawah kecukupan minimal secara nasional sebesar 38.1%. Persentase subjek yang defisit protein jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase secara nasional. Untuk status gizi didapatkan 60% normal.
Dapat dilihat dari hasil dan pembahasan, meskipun tidak signifikan terlihat bahwa sarapan mempengaruhi status gizi dan juga kecukupan energi dikarenakan menu sarapan yang di konsumsi hanya sedikit atau kalori rendah. Sehingga dapat disimpulkan sudah ada kebiasaaan yang baik untuk melakukan sarapan, namun masih tidak signifikan karena energi yang dikonsumsi belum sesuai/rendah. Konsumsi lemak pun masih terlihat cukup tinggi sehingga masih besar probabilitasnya untuk mengarah pada obesitas melihat juga protein yang kurang.
Artikel ini ditulis oleh Andreas Philip Avianto Wicaksono - 4150073
Informasi Tambahan

Judul Artikel : KEBIASAAN SARAPAN, STATUS GIZI, DAN KUALITAS HIDUP REMAJA SMP BOSOWA BINA INSANI BOGOR
Penulis : Ilyatun Niswah, M. Rizal M Damanik , dan Karina Rahmadia Ekawidyani
Nama Jurnal : Jurnal Gizi dan Pangan
Tahun Terbit : 2015

No comments:

Post a Comment

Ikutilah Jalan Orang Baik dan Orang Benar

Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Amsal 2:20 TB