Filosofi Makanan Menurut Carissa Grace
Sebagai makhluk hidup kita membutuhkan makanan. Bayangkan jika kita tidak makan untuk waktu yang cukup lama, dampak buruk pasti akan terjadi. Kalimat "You are what you eat" artinya adalah kita adalah apa yang kita makan. Apa yang terjadi pada kondisi tubuh kita di hari esok dan seterusnya ditentukan pada apa yang kita konsumsi saat ini. Bahan makanan atau minuman apapun yang dimasukkan ke dalam tubuh nantinya akan terproses masing-masing di organ pencernaan kita untuk memberikan dampak, baik itu positif untuk tubuh kita atau malah dampak negatif dengan merusak organ tersebut perlahan-lahan.
Di negara Indonesia yang kaya akan hasil buminya ini memang menyuguhkan beragam jenis dan cita rasa yang berbeda untuk kulinernya. Bukan hanya makanan tradisionalnya saja, namun makanan modern dan import juga bisa dikonsumsi yang tidak sulit untuk didapatkan. Namun pada era globalisasi saat ini, bukan hanya teknologi yang berkembang namun juga gaya hidup dan pola makan yang berubah seperti "kebarat-baratan". Makanan cepat saji "fast food" masih merajai menu makanan baik itu dikalangan orang dewasa bahkan anak-anak. Mungkin sebagian orang menganggap jika mengikuti trend makanan pada zamannya akan dinilai "mengikuti zaman" dan lebih mementingkan status sosial dibandingkan memahami dengan benar sebenarnya bagaimana kandungan gizi yang terdapat pada makanan tersebut. Sebaliknya banyak anekdot yang jika senang mengonsumsi makanan tradisional, seperti singkong, jagung rebus, dan lotek dinilai orang yang kampungan dan tidak mengikuti zaman. Padahal jika melihat dari sisi gizi jauh lebih baik dibanding kentang goreng olahan atau cheeseburger yang lebih diminati sekarang ini.
Pada dekade ini penyakit yang biasanya menyerang orang lanjut usia kini juga menyerang kaum muda dengan mudah. Sebut saja contoh yang sering adalah kolesterol tinggi. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2015 menunjukkan prevalensi stroke naik dari 1,21 % (2013) menjadi 1,76% dan hipertensi yang terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini jelas terjadi terkait kadar kolesterol dari konsumsi makanan yang tinggi kadar lemak jahat. Tanpa kita sadari berbagai menu makanan memiliki komposisi nutrisi yang berbeda termasuk untuk kandungan lemak didalamnya. Makanan yang dipilih untuk dikonsumsi akan menentukan jumlah kadar lemak dalam darah. Belum lagi proses memasak makanan yang menggunakan bahan tertentu yang membuat konsistensi lemak jahat meningkat tajam. Jika tidak menguasai cara memasak makanan dengan tepat, bahan makanan yang sebenarnya aman akan berbalik menjadi boomerang untuk tubuh kita. Contohnya margarin yang sebenarnya merupakan protein nabati yang bagus, namun kandungan lemak trans akan naik saat produk tersebut kita panaskan lalu mengeras. Belum lagi bahan makanan seperti telur yang awalnya kaya akan protein menjadi jahat untuk tubuh karena proses memasak yang berlebih, seperti digoreng dengan minyak, lalu memberi santan yang membuat kadar lemak jenuh sangat besar dan berlipat ganda.
Bukannya tidak boleh untuk mengonsumsi makanan yang mengandung lemak, namun lebih ke arah memperhatikan jumlah, frekuensi, dan batasan porsi terutama untuk makanan yang mengandung lemak jahat tinggi seperti jeroan dan gorengan. Tubuh memang memerlukan asupan lemak untuk cadangan makanan namun alangkah lebih baik untuk mengontrolnya agar dampak positif bisa tercapai. Maka dari itu mulailah untuk memperhatikan pola makan sedini mungkin dengan mempertimbangkan dampak yang bisa ditimbulkan pada setiap makanan. Makanan yang sehat belum tentu tidak enak, kita bisa memodifikasinya agar menarik pada penampilan luar, enak pada cita rasa, namun yang terlebih adalah kandungan gizi yang baik yang bisa diberikan pada tubuh kita, demi kelangsungan hidup yang lebih baik. Mulailah untuk merubah gaya hidup sehat dan menata pola makan kita dari sekarang karena apa yang kita makan merupakan seperti apa jati diri kita sebenarnya.
No comments:
Post a Comment