You are what you eat.
Mungkin bagi beberapa orang istilah ini terdengar konyol. Dapatkah makanan menentukan siapa diri saya? Dapatkah membuat diri saya menjadi seperti apa kelak?
Oke, tidak aneh apabila katakanlah jika buku yang kita baca dapat menunjukkan siapa diri kita. Ketika teman kita menilai diri kita seperti apa. Musik yang kita sukai mendeskripsikan kepribadian dan karakter kita. Tetapi makanan? Seringkali menjadi tanda tanya besar bagi kebanyakan orang.
Banyak orang menyerukan istilah tersebut sampai akhirnya menjadi suatu slogan yang terpampang dimana-mana. Apabila kita artikan secara gamblang, "you are what you eat" memberi arti "kamu adalah apa yang kamu makan". Istilah ini dapat memiliki banyak makna tergantung dari perspektif orang yang kita tahu, sangatlah berbeda pada masing-masing orang. Bagi banyak orang istilah ini dapat saja berarti ketika kita makan sepotong kue maka akan benar-benar berubah menjadi sepotong kue atau ketika kita meminum sekotak susu kemasan tiap hari maka satu bulan kemudian tubuh kita berbentuk kotak seperti susu kemasan.
Nah, kita mungkin mengerti makanan apa saja yang terbaik untuk tubuh kita, dan di sisi lain sangat hapal apa saja makanan yang enak dan sesuai lidah kita yang akan sangat berhubungan dengan selera makan orang yang berbeda-beda. Hal ini memberi arti bahwa kita harus dapat menemukan keseimbangan antara keduanya sehingga nantinya kita akan lebih memahami seberapa besar usaha yang kita butuhkan untuk dapat mencapai kehidupan yang sehat dengan pola makan yang benar.
Bagi saya pribadi, apabila kita tilik kembali lebih dalam, istilah ini merupakan suatu ekspresi yang menyiratkan arti apa yang kita makan pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan kita. Jika kita mengonsumsi makanan sehat, kita akan merasa sehat, dan apabila sering sekali mengonsumsi junk food, kita tidak akan merasa sehat. Terlebih lagi, pada generasi millenial saat ini yang lebih sering kita sebut sebagai generasi micin, seringkali mereka tidak berpikir lebih jauh tentang bahaya micin dan hanya memuaskan keinginan mereka saja.
Pandangan ini didukung pula dengan pemikiran bahwa jenis makanan dengan kandungan zat makanan yang berbeda akan membentuk tubuh kita, yang akan dapat mempengaruhi berat badan (yang bagi sebagian orang sangatlah sensitif), membuat rambut berminyak, kulit kering, serta organ-organ lainnya terganggu. Sebenarnya, hal ini bermaksud untuk mendorong dan memotivasi kita supaya sadar akan kesehatan dengan selalu mempertimbangkan setiap makanan yang masuk ke tubuh kita.
Memang benar, pada akhirnya, untuk menjadi sehat dan fit, intake makanan harus diperhatikan. Namun, yang tidak kalah penting apabila kita diperbolehkan melihat dari sisi psikologis dan sosial, kedua sisi ini sangatlah berhubungan. Dalam sosial masyarakat, untuk dapat diterima di suatu lingkungan sosial, mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus berbaur menjadi satu dengan lingkungan tersebut melalui berbagai aspek termasuk menyentuh masalah pemilihan makanan. Saat ini sering kita temui permasalahan sosial seperti seseorang yang di "judge" masyarakat karena orang tersebut memilih sebagai seorang vegetarian, atau seorang remaja yang dijauhi oleh teman sebayanya dengan alasan ketinggalan jaman karena tidak mengikuti kebiasaan mengonsumsi junk food. Hal ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang yang akibatnya dapat menurunkan mental serta berimbas pula pada kualitas hidup mereka.
Maka dari itu, makanan sungguh memiliki peran yang besar dalam kehidupan kita. Terlepas dari perbedaan pemilihan makanan serta kandungan nutrisi yang diperlukan tiap orang, kita juga harus memikirkan efek sosial serta psikologis. Jadi, apakah kita makan untuk pemenuhan kebutuhan tubuh sehat kita ataukah hanya untuk mencari status sosial?
You are what you eat.
Aryani, Ratna. 2012. Kesehatan Remaja : Problem dan Solusinya. Jakarta : Salemba Medika
Katsilambros, Nikolaos dkk. 2016. Asuhan Gizi Klinik. Jakarta: EGC
Artikel ini ditulis oleh Eunike Faralia Pradhita – 41150045
No comments:
Post a Comment