Thursday, August 24, 2017

Filosofi Makanan Menurut Nadia Tuankotta

Jenis makanan suatu bangsa menunjukkan tingkat kebudayaan bangsa tersebut. Oleh sebab itu, sulit untuk membayangkan suatu suku bangsa nomaden dapat mempunyai variasi makanan maupun campuran bumbu masak yang lebih banyak, lebih komplit atau lebih bervariasi dibandingkan dengan suatu bangsa beradab.
Oleh sebab itu pula tidaklah mengherankan apabila minuman yang sangat terkenal seperti Anggur (Wine), apabila kita telusuri sejarahnya, akan kita temukan pada akar sejarah bangsa-bangsa besar yang mempunyai akar budaya yang sangat tua seperti China dengan tembikar Wine berusia 9.000 tahun, Georgia dan Persia dengan kendi Wine yang berusia 8.000 tahun dan 7.000 tahun, Armenia dengan kilang Wine berusia 6.100 tahun.
Sebelum masyarakat negara-negara modern saat ini seperti Perancis, Italia, Amerika Serikat, Inggris hingga komunitas di kota-kota besar di negara kita mengenal Anggur, minuman tersebut telah berkelana mulai dari Yunani kuno, Romawi sampai Balkan pada 4.500 tahun sebelum Masehi.  Jadi, tidak mengejutkan apabila setelah melalui evolusi ribuan tahun, pada beberapa abad terakhir ini, Anggur telah menemukan semacam standard, mulai dari kombinasi yang tepat dengan makanan utama (main course), cara penyajian sampai dengan cara memegang gelas dan cara meneguk pun ada aturan atau pakemnya. Hanya dengan melihat suatu kelompok masyarakat mengonsumsi Anggur atau seseorang memegang gelas Anggur dan meneguknya, kita dapat mengetahui dari strata masyarakat atau kelas ekonomi sosial mana, orang atau kelompok tersebut berasal.
Budaya negeri kita juga mengenal hal yang sama, mulai dari ujung Timur sampai ujung Barat Nusantara. Papeda, makanan khas Maluku yang terbuat dari tepung Sagu, memiliki cara penyajian dan cara pengonsumsian yang berbeda di daerah-daerah yang ada di Kepulauan Maluku itu sendiri. Oleh sebab itu, apabila kita berkunjung ke Kepulauan Maluku, kita akan menjumpai gaya penyajian Papeda yang berbeda di setiap daerah disana.
Masyarakat Jawa juga mempunyai filosofi terhadap berbagai jenis makanan, mulai dari dawet (cendol), sayur lodeh sampai nasi tumpeng yang sangat terkenal dan sering disajikan di acara-acara formal. Dawet, misalnya, disajikan dan dijadikan bagian dari rangkaian upacara pernikahan adat Jawa ternyata melambangkan kebulatan kehendak orang tua yang menjodohkan anaknya. Sayur lodeh yang disajikan pada acara slametan berfungsi untuk tolak bala. Filosofi itu diambil dari 12 komponen di dalamnya yang terdiri dari labu kuning, kacang panjang, terong dan seterusnya. Angka satu dan dua pada formasi 12 apabila dijumlahkan akan menghasilkan angka 3 yang di dalam filosofi Jawa berarti upaya meraih kehidupan yang dilindungi oleh Tuhan Maha Kuasa. Tumpeng yang berbentuk kerucut menyerupai gunung dikelilingi sayur dan lauk disajikan pada acara syukuran mengandung arti bahwa Tuhan berada pada posisi tertinggi yang menguasai alam semesta termasuk manusia. Juga mengandung harapan agar kehidupan semakin meningkat kesejahteraannya.
Sejak masa lampau, makanan yang dikonsumsi seseorang menjadi simbol pembeda status antara kaum bangsawan dan rakyat jelata. Tahun berganti, zaman berubah. Jika dulu melalui makanan kita dapat mengetahui seseorang berasal dari kalangan bangsawan atau rakyat jelata, saat ini dengan melihat makanan yang dikonsumsi oleh seseorang kita dapat menerka dari kelas ekonomi sosial mana yang bersangkutan berasal. Cara menyajikan makanan juga dapat menunjukkan status sosial seseorang. Oleh sebab itu dalam pergaulan internasional, kita mengenal istilah table manner. Orang tua juga mengajarkan anaknya mengenai hal yang sama, misalnya, jangan berbicara sambil mengunyah makanan. Jadi, sangat ironis apabila melihat para selebriti atau figur publik yang menjadi pembawa acara televisi mengunyah makanan sambil berbicara disaat yang bersamaan. Ternyata, cara makan juga bisa menunjukkan kepribadian seseorang. 
                Ya, You Are What You Eat.

Sumber:
Hipwee Community. (2016). Filosofi Dibalik 6 Hidangan Indonesia yang Perlu Kamu Tahu. Diperoleh pada tanggal 24 Agustus 2017 dari http://www.hipwee.com/list/filosofi-dibalik-6-hidangan-asli-indonesia-yang-perlu-kamu-tahu/

Artikel ini ditulis oleh Nadia Stephanie Tuankotta - 411150074

No comments:

Post a Comment

Ikutilah Jalan Orang Baik dan Orang Benar

Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Amsal 2:20 TB