Penelitian kali ini membahas mengenai pengaruh faktor demografi terhadap risiko gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Pengambilan sample dilakukan di tiga komunitas di Sumatra Barat dengan melibatkan komunitas perkotaan, pertanian serta perikanan melalui studi terhadap 572 keluarga. Dari hasil penelitian didapatkan 17,6 % balita memiliki risiko gizi buruk, serta 14% balita menderita gizi kurang, yang mengartikan bahwa masih besarnya gizi di daerah kajian. Dari implikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa persoalan gizi dalam masyarakat memiliki multidimensi faktor yang menjadi penyebab munculnya kasus-kasus gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia.
Dari jurnal ini, diketahui terdapat dua aspek langsung yang saling mempengaruhi persoalan gizi. Pertama, adanya kekurangan asupan pangan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, kemudian yang kedua adalah pengaruh dari infeksi penyakit. Dari faktor tersebut, sebenarnya persoalan gizi kurang merupakan sebuah implikasi dari masih lemahnya sistem pelayanan kesehatan, pola asuh orang tua terhadap anak yang kurang memberikan perhatian dalam tumbuh kembangnya anak dan stok asupan makanan dalam rumah tangga. Hal ini merupakan persoalan klasik yang berpangkal pada persoalan ekonomi, dimana kemiskinan; rendahnya pendidikan masyarakat dan kurang keterampilan dalam menjalani kehidupan (life skill) menjadi landasan utama.
Dalam jurnal ini juga dikatakan bahwa lemahnya intervensi pemerintah terhadap kemiskinan, menjadikan masyarakat belum mampu memberikan perubahan terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga berimplikasi besar terhadap munculnya kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita. Oleh karenanya dibutuhkan peran dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Pendekatan yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan memperbaiki ekonomi masyarakat serta terbukanya lapangan pekerjaan yang luas sehingga diharapkan terjadi peningkatan pendapatan rumah tangga yang akhirnya berujung kepada perbaikan asupan gizi balita. Selanjutnya, pelayanan kesehatan pada level Posyandu perlu intensif dilakukan, terutama pelayanan terhadap perbaikan gizi balita. Pemberian makanan tambahan pada balita merupakan hal terbaik untuk meningkatan gizi balita. Kemudian, diintensifkan program sosialisasi gizi agar setiap keluarga dapat paham mengenai gizi tersebut. Yang terakhir adalah dengan program bantuan untuk masyarakat miskin yang mencakup kebutuhan gizi secara lengkap. Strategi ini akan efektif bila secara makro, perekonomian nasional dapat ditingkatkan dan kesejahteraan serta pendidikan masyarakat juga lebih dikembangkan sehingga angka balita gizi kurang di Indonesia dan Sumatera Barat menjadi lebih kecil.
Baca lebih lanjut di jurnal berikut :
Saputra, Wiko. Desember 2012. Faktor Demografi dan Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Makara, Kesehatan, Vol. 16 No. 2 95-101. http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/viewFile/1636/1366 diakses pada 28 Agustus 2017 pukul 12:50
Artikel ini ditulis oleh Isabella Diah Ayu - 41150053
No comments:
Post a Comment