Ringkasan Jurnal Gizi oleh Sarah Kalis Salita
Peran Diet Dalam Tata Laksana Irritable Bowel Syndrome
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah masalah gastrointestinal kronik yang dtandai dengan nyeri perut, kembung, dan perubahan pola defekasi. Diagnostik IBS dapat dilihat melalui kriteria ROMA III (2006):
Kriteria Roma III untuk diagnosis IBS |
Nyeri atau tidak nyaman diperut yang berulang sedikitnya 3 hari perbulan selama 3 bulan terakhir disertai dua atau lebih gejala tsb : membaik dengan defekasi |
Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi dari defekasi |
Onset berhubungan denan perubahan bentuk feset |
*Kriteria terpenuhi dalam 3 bulan terakhir dengan onset gejala mmuncul paling lambat 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Patofisiologi IBS dibagi menjadi 3 bagian, yaitu perubahan motilitas saluran gastrointestinal, hipersensitivitas viseral dan respon terhadap stress (psikopatologi).
Gambaran klinis yang hampir dirasakan semua penderita IBS adalahh rasa nyeri atau rasa tidak enak di perut. Penderita IBS tidak jarang mengeluhkan perutnya kembung dan terasa penuh. Membedakan IBS dengan penyakit gastrointestinal dengan kausa organik merupakan suatu hal yang sangat penting. Tanda-tanda alarm dibawah ini dipakai sebagai pegangan bahwa penyakit yang dihadapai ini kemungkinan oleh kelainan organik.
Tanda-tanda alarm |
Usia >50 tahun |
Onset gejala singkat |
Penurunan berat badan yang signifikan |
Gejala muncul pada malam hari |
Jenis kelamin laki-laki |
Riwayat keluarga menderita kanker kolon |
Anemia |
Pendarahan rektal |
Riwayat pemakaian antibiotik akhir akhir ini |
Tata laksana pada penderita IBS meliputi 3 hal utama yaitu dari segi obat-obatan, intervensi psikologi, dan modifikasi diet. Obat-obatan diberikan pada penderita IBS dengan tujuan menghilangkan gejala yang timbul sesuai predominansi yang ada. Penderita IBS biasanya mempunyai rasa cemas yang tinggi akan penyakitnya. Pasien perlu dijelaskan bahwa penyakit yang diderita dapat disembuhkan dan tidak membahayakan kehidupan.
Secara garis besar, seorang penderita IBS dianjurkan untuk makan secara teratur, jangan melewatkan jam makan ataupun makan larut malam, luangkan waktu untuk makan agar dapat makan dengan perlahan, duduk ketika makan dan kunyak makanan dengan baik, olahraga ringan secara teratur dan istirahat yang cukup.
Selain mematuhi hal-hal tersebut, penderita IBS harus mengurangi konsumsi FODMAPs. FODMAPs merupakan akronim dari Fermentable Oligosaccharides, Disaccharides, Monosaccarides, dan Polyols yaitu suatu kelompok karbohidrat rantai pendek dan alkohol gula (polyol).Menurut penelitian FODMAPs yang terkandung dalam berbagai makanan berpengaruh pada munculnya gejala-gejala yang muncul pada IBS.
FODMAPs meliputi Oligosakarida yang dapat ditemukan pada padi-padian dan sayur-sayuran serta kacang-kacangan. Disakarida seperti laktos pada susu saoi, kambing dan domba. Monokarida seperti fruktosa pada buah-buahan dan madu. Polyol ditemukan pada perment mint, sirup obat batuk, dan permen karet.
Pengaruh FODMAPs terhadap saluran cerna antara lain FODMAPs sulit diabsorpsi di usus halus, FODMAPs bersifat osmotik, artinya molekul FODMAPs dapat menark air ke lumen usus. Hal ini menyebabkan perubahan motilitas usu dan distensi lumen. FODMAPs secara cepat difermentasi oleh bakteri usus. Fermentasi yang berlebih dapat meningkatkan produksi gas hidrogen, CO2 dan metan yang menyebabkan gejala kembung serta sendawa/buang gas.
Cara diet rendah FODMAPs meliputi fase eliminasi, fase retroduksi, fase diet percobaan, dan fase pemeliharaan. Penerapan diet rendah FODMAPs memerlukan komunikasi dan hubungan interpersonal yang baik antara pasien dengan dokter dalam merencanakan diet dan fase dari diet rendah FODMAPs.
Baca lebih lanjut :
Artikel ini ditulis oleh Sarah Kalis Salita - 41150006
No comments:
Post a Comment