Istilah gizi berasal dari bahasa Arab giza yang berarti zat makanan, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi. Pengertian lebih luas bahwa gizi diartikan sebagai proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga.
Gizi masih merupakan masalah di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang seperti indonesia dan india, salah satu bagian yang penting dari sebuah negara adalah memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi.
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan individu dan masyarakat. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular (PTM) terkait gizi. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Gizi yang baik membuat berat badan normal atau sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja meningkat serta terlindung dari penyakit kronis dan kematian dini.
Data dari Lembaga Kesehatan Dunia, menunjukkan meningkatnya angka kejadian gizi buruk. Hampir sekitar 462 juta anak di seluruh dunia terkena gizi kurang dengan 155 juta diantaranya terkena gizi buruk. Dii indonesia khususnya di yogyakarta tercatat 229 kasus gizi buruk pada tahun 2016, ini merupakan masalah yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah karna penanganan terkait gizi membutuhkan kerjasama dari berbagai bidang dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam penanganannya, ini dikarenakan banyak faktor penyebab terkait gizi buruk, seperti faktor sosial, ekonomi, lingkungan dan pengetahuan masyarakat terkait gizi. Sehingga perlu adanya perhatian dan penanganan terkait gizi buruk, dari bidang sosial dibutuhkan pemberdayaan masyarakat sendiri sebagai aktor dalam peningkatan gizi dilingkungan tempat tinggalnya, dari faktor ekonomi dibutuhkan seperti permberian lapangan kerja dan tempat tinggal yang layak, lingkungan dan pengetahuan seperti edukasi phbs dan pentingnya gizi bagi kesehatan dan tumbuh kembang.
Di solo juga terdapat masalah terkait gizi dimana masih terdapat gizi kurang yang terjadi pada balita dan ibu hamil. Sejak tahun 2009 surakarta tidak ditemukan angka gizi buruk hingga 2014, namun terdapat 5,3% persen anak dengan gizi kurang, namun pemerintah berhasil merealisasikan 2,5 persen, artinya pencapaian solo memasuki kategori baik, dimana pemkot melakukan screening pada balita dan ibu hamil tiap bulannya dan dilakukan pemberian makanan tambahan sehingga terkontrolnya kejadian gizi kurang. Di india juga masih terdapat masalah gizi terkait ibu hamil dan balita dimana peningkatan berat badan ibu hamil di daerah new delhi masih di bawah rata-rata rekomendari ibu hamil dari AS. Sehingga pemerintah membuat program nutrisi bagi ibu hamil dan balita.
Pemberian Makanan Tambahan atau PMT merupakan program yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi pada balita dan ibu hamil, Mulai tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI menyediakan anggaran untuk kegiatan PMT Pemulihan bagi balita gizi kurang dan ibu hamil KEK melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Dengan adanya dana BOK di setiap puskesmas, kegiatan penyelenggaraan PMT Pemulihan diharapkan dapat didukung oleh pimpinan puskesmas dan jajarannya. Peningkatan gizi yang dilakukan pemerintah ini merupakan kerjasama lintas sektoral dimana berbagai pihak terlibat dalam melaksanakan program tersebut.
Permasalahan terkait gizi selalu menjadi persoalan di beberapa negara terutama dengan negara yang memiliki pendapatan menengah ke bawah. Perlu adanya intervensi dari setiap lembaga maupun lapisan masyrakat untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Terima kasih kepada narasumber,
dr. Yolenta Marganingsih
Nesti Rahmawati S.Gz
dr. Pranav Trivedi L.I.O.N
dr. Omar Aguilar
Artikel ini ditulis oleh : Faisal Shaldy
No comments:
Post a Comment