Masalah gizi sepertinya hal yang cukup kompleks saat ini. Banyak permasalahn gizi yang belum tertangani hingga tuntas dan membutuhkan perhatian secara menyeluruh. Kita tahu bahwa gizi yang baik yaitu semua gizi yang dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Sehingga masalah gizi tentu berkaitan juga dengan masalah kesehatan. Yang menarik adalah bagaimana bila masalah gizi adalah soal kekurangan dan kelebihan gizi. Bagaimana kita bisa mengintervesinya secara bersamaan? Padahal angka kekurangan gizi juga masih ada di beberapa negara, terutama negara berkembang. Saya mencoba memahami permasalahan gizi ganda dan membayangkan bagaimana hasilnya bila kita mampu mengendalikan permasalahn gizi ganda bersamaan. Sebagai contoh permasalahan anak dengan obesitas dan disisi lain permasalahan anak dengan gizi buruk. Dan ternyata tidak hanya di Indonesia saja yang bermasalah dengan ini, beberapa negara pun juga merasakannya. Dalam tulisan ini saya juga menuangkan sedikit dari perbincangan saya melalui media sosial Linked in dengan dua orang asing yang berasal dari Iran dan Afrika selatan serta dua orang Indonesia yang berlatar belakang dunia kesehatan.
Permasalahan gizi di Iran yaitu banyak anak-anak maupun orang dewasa yang mengalami malnutrisi. Iran sudah sejak lama mengalami kondisi peperangan, sehingga hal inilah yang mempengaruhi status gizi di negara tersebut. Pemerintah Iran membuat suatu program yang disebut pengentasan kemiskinan dan perang terhadap kelapran sebagai program kabinet pemerintah. Meskipun angka kelaparan terus menurun, namun malnutrisi akibat kelaparan akan berbanding lurus dengan kejadian peperangan yang terjadi. FAO sendiri melaporkan bahwa pada krisis ekonomi global jumlah orang dengan kekurangan gizi menurun sekitar 8% pada tahun 2014-2016. Di sejumlah daerah di Amerika Latin, kawasan timur dan tenggara Asia, Asia tengah dan wilayah utara, barat Afrika memilki kemajuan dalam pengentasan kelaparan. Beberapa negara berhasil mengurangi jumlah orang yang kelaparan bila kondisi politik stabil dan pembangunan ekonomi yang mampu melindungi orang lemah. Sebaliknya perang yang terus terjadi, akan mempengaruhi stabilitas politik dan bencana alam sehingga krisis akan terus berlanjut menjadi faktor pemicu yang mengancam keamanan pangan.
Di benua Afrika hingga saat ini masih menyimpan masalah kemanusiaan yaitu kemelut perang Suriah. Masalah gizi yang muncul adalah gizi buruk. Kemelut penderitaan kemanusiaan yang terjadi di Afrika bisa saja berdampak lebih buruk dibandingkan dengan apa yang disebabkan oleh perang Suriah tersebut. PBB melaui UNICEF memberikan gambaran sedikitnya satu juta anak-anak di Afrika mengalami gizi buruk akut yang membutuhkan perawatan segera untuk pemulihan kondisi tubuhnya keluar dari kondisi gizi buruk. Penyebab gejala gizi buruk tersebut disebutkan oleh UNICEF yaitu perubahan iklim, kondisi cuaca ekstrem dan kejadian kekeringan parah serta musim kemarau panjang di Afrika. Afrika selatan, salah satu negara bagian di benua Afrika membuat suatu kebijakan Food and Nutrition Security for the Republic of South Africa, yang bertujuan meningkatkan produksi dan distribusi pangan dan mendukung produksi berbasis masyarakat dan produksi petani kecil. Di dalam kebijakan tersebut berisi pilar-pilar strategi yaitu: kebutuhan akan peningkatan pengaman gizi oleh pelaku negara, non pemerintah maupun swasta. Pilar kedua mengenai pendidikan gizi yang lebih baik, pilar ke tiga meningkatkan investasi dibidang pertanian. Pilar ke empat meningkatkan efisiensi penyimpanan dan pilar ke lima adalah akses terhadap input dan manajemen risiko keamanan pangan.
Menurut dr. John Paul, kebijakan tersebut sangat baik dalam hal perencanaan dan pelaksanaannya. Kebijakan tersebut disertai draft dan rencana implementasi. Rencana tersebut mencakup penilaian cepat terhadap langkah keamanan pangan saat ini. Selain itu observasi dan evaluasi juga menguraikan tantangan dan kelemahan kebijakan. Didalam rencana kebijakan tersebut mengusulkan untuk melakukan survei dasar sebelum pelaksanaan dan dibuat persetujuan atas indikator yang dimiliki. Kebijakan tersebut juga memuat pengembangan mekanisme pemantauan dan evaluasi partisipatif. Sehingga hasilnya adalah mampu mengatasi letak permasalahan dalam mengentaskan masyarakat yang kekurangan gizi.
Sedangkan di Indonesia sendiri masalah gizi masih membutuhkan banyak perhatian. Sebagai contoh, seorang bidan bernama Astrianti,A.Md.Keb., mengatakan msalah gizi terkait dua hal yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Masalah kekurangan gizi banyak ditemukan di Indonesia timur, dimana kekurangan gizi tersebut sebagai akibat kesalahan pola asuh dan kurangnya kesadaran pengontrolan dan evaluasi berat badan. Seperti halnya bila ibu yang memiliki bayi aktif mengikuti kegiatan Posyandu dapat memantau kesehatan dan kesejahteraan bayinya, termasuk mengenai asupan gizinya akan ditandai dalam buku KMS sehingga asupan gizi akan terpantau seiring dengan perkembangannya. Intervensi yang perlu dilakukan sejauh ini program pemerintah menangani permasalahan gizi sudah cukup banyak hanya saja kesadaran dari masyarakat masih sedikit sulit untuk memperhatikan pentingnya nutrisi bagi perkembangan anak-anak.
Indonesia juga masih dalam masa menghadapi permasalahan gizi yang berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia, terutama bagi perkembangan dan pertumbahn fisik mental anak-anak. permasalahannya seperti kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pertumbuhan kurang gizi seperti pertumbuhan badan pendek kurus dan gemuk. Dengan adanya permasalahan tersebut pemerintah membuat suatu kebijakan terkait dengan upaya memperbaiki gizi masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang No 36 tahun 2009. Dengan maksud untuk meningkatkan kualitas gizi perorang dan masyarakat. Kebijakan lainnya dalam rangka percepatan perbaikan gizi, pemerintah telah mengeluarkan PP No 42 tahun 2013 teantang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi terutama terfokus pada 1000 hari pertama kehidupan.
Kita tahu banyak hal yang harus kita perhatikan terkait masalah gizi dan dengan adanya program maupun kebijakan diharapkan dapat membantu pertumbuhan masyarakat dalam membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas kesehatan. Indonesia dan negara lain pun sedang memperjuangkan meningkatkan kualitas gizi bagi masyarakat. Setiap negara akan berusaha dengan mengawali mencari permasalahn gizi tersebut dan merancang serta merencanakan kebijakan yang tepat dan sesuai bagi masyarakat. Setiap negara tentunya akan memiliki permasalahan, tantangan dan halangan dalam mensukseskan gizi yang berkualitas. Diantaranya memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya permasalahan gizi tersebut. Aksi cepat tanggap juga mendorong kita mampu memperbaiki masalah gizi dalam jangka panjang dan masa depan generasi bangsa.
Terimakasih saya ucapkan kepada narasumber saya:
dr. John Paul
Naemah Hassanpor, Master of Nutrition Sciences
Astrianti,A.Md.Keb.
Liyan Ilmiva, Bachelor of Nutrition Science
Artikel ini ditulis oleh Trivian Klesani
No comments:
Post a Comment