Makan merupakan aktivitas rutin yang dilakukan setiap makhluk hidup, tidak terkecuali manusia sendiri. Begitu pula dengan makanan yang dimakan, makanan yang baik akan terlihat dari tubuh yang sehat sebaliknya juga dengan makan makanan yang tidak baik. Makanan yang baik untuk dikonsumsi pun dapat menjadi makanan yang tidak baik bila dalam konsumsinya melebihi batas tetapan normal kebutuhan tubuh.
Sebuah ungkapan you are what you eat merupakan ungkapan yang sepertinya dapat menggambarkan permasalahan kesehatan yang terjadi sekarang ini. Makanan merupakan kunci untuk membuat tubuh kita tetap sehat juga kunci untuk membuat tubuh kita jatuh sakit. Ungkapan tersebut bukan berarti orang akan menjadi seperti sapi ketika yang dimakan adalah sapi, tetapi apa yang anda makan akan tergambar pada kesehatan tubuh anda.
Makanan sehat merupakan makanan yang mengandung gizi yang bermanfaat bagi tubuh dan bebas dari bahan yang berbahaya. Bahan berbahaya yang dimaksud seperti : pewarna msi, pengawet dan pemanis buatan. Dilihat dari kandungannya , Makanan sehat merupakan makanan yang mengandung protein karbohidrat, lemak , vitamin dan mineral yang baik bagi tubuh.
Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) , makanan yang sehat antara lain mengandung : buah , sayuran , kacang dan biji-bijian (gandum, oat, beras coklat) , lemak tidak jenuh, dan kurang dari 5 gr garam atau sama ukurannya dengan satu sendok teh. Hal ini merupakan suatu ironi bagi Indonesia tentang kebijakan penggunaan garam di negara ini. Angka penyakit tidak menular (PTM) meningkat setiap tahunnya. Garam dalam jumlah yang sedikit dibutuhkan untuk mengatur kadar air di dalam tubuh, apabila berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (Hipertensi) dan dapat memicu gangguan pembuluh darah yang lain seperti stroke dan penyakit jantung koroner.
Pembatasan konsumsi garam di Indonesia sangat perlu diperhatikan, bila di implikasikan maka pabrik pembuat makanan bisa membatasi jumlah garam dalam produk olahan mereka karena di Indonesia sendiri angka penderita hipertensi prevalensinya mencapai 25,8% atau lebih dari seperempat penduduk di Indonesia menurut dr.Johannes Ochtan Daniel ,M.Res. Hipertensi sendiri bagi medis merupakan silent killer dimana penderitanya dapat meninggal dengan tiba-tiba tanpa ada keluhan ataupun gejala. Berbeda dengan Indonesia, di negara Inggris sudah terdapat kebijakan tentang kadar garam yang terdapat dalam produk olahan terang dr. Marselina Datu .
Indonesian Society of Hypertension (INASH) melaporkan bahwa asupan garam harian di Indonesia mencapai angka 15 gram lebih tinggi daripada jumlah yang direkomendasikan oleh WHO, hal ini menjadi sesuatu yang sulit dilakukan karena di Indonesia masyarakatnya terbiasa dengan makanan asin dan telah menjadi selera. Kejadian tersebut juga menjadi suatu ironi, sebagai intermezo di kala anjuran kesehatan mulai di promosikan sektor ekonomi pemerintah sedang melakukan impor garam besar-besaran. Yaahh ironi . . .
Batasan konsumsi lemak juga diperlukan di Indonesia, lemak merupakan substrat yang diperlukan untuk tubuh. Berdasarkan American Heart Association anjuran konsumsi lemak 25-35% kalori kebutuhan tubuh per hari dan harus dibatasi asupan lemak jenuh kurang dari 7% dari kalori total, sementara kolesterol hanya boleh dikonsumsi 300 mg/ hari. Sama kaitannya dengan garam, lemak merupakan substrat yang baik bagi tubuh tetapi bila berlebihan akan dapat menimbulkan masalah kesehatan.
WHO mengatakan pengurangan asupan lemak kurang dari 30% dari kalori total dapat mencegah peningkatan berat badan pada populasi dewasa ini, serta penurunan angka penyakit tidak menular dengan mengurangi lemak jenuh <1% dari asupan kalori per hari dan mengganti keduanya dengan lemak tak jenuh.
Komsumsi asupan lemak harian dapat dikurangi dengan berbagai cara seperti : merubah cara memasak ( menghilangkan bagian lemak dari daging , menggunakan minyak sayur, memasak dengan tim, kukus dan direbus daripada digoreng), menghindari makanan olahan yang mengandung lemak trans, membatasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi.
Di Indonesia belum ada kebijakan yang mengatur tentang batasan kandungan lemak jenuh dalam minyak goreng menurut yosua, sehingga minyak yang dihasilkan dari olahan minyak kelapa sawit dapat bebas dipasarkan. Apalagi konsumsi masyarakat Indonesia yang kebanyakan mengkonsumsi gorengan. Hal seperti ini juga dialami oleh Niyousha Danesh yang berada di Iran, menurutnya untuk minyak dalam negaranya terutama minyak goreng, banyak bukti mengatakan penggunaan minyak kelapa sebagai minyak goreng mengandung kadar lemak jenuh yang sangat tinggi dan sangat berbahaya bagi kesehatan, jadi sebaiknya dalam kebijakan pemerintah dapat mengatur pembatasan dan bahkan dapat melarang penggunaan minyak goreng jenis tersebut.
Dewasa ini di Indonesia angka kejadian penyakit tidak menular semakin tahun semakin meningkat, oleh sebab itu alangkah baik bila dari saat ini kita melek akan kesehatan , tahu dan dapat mencegah terjadinya penyakit yang bersumber dari makanan.
Narasumber ,
1. dr. Johannes Ochtan Daniel ,M,Res
2. Yosua Hendrata L.S.
3. Niyousha Danesh
4. dr. Marselina Datu
artikel ini ditulis oleh : Yusuf Handy / 42160044
No comments:
Post a Comment