Gizi buruk masih menjadi permasalahan utama di Indonesia. Masalah gizi menjadi hal yang penting untuk dibicarakan karena dapat berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) dimasa yang akan datang. Usia balita merupakan masa-masa rawan karena pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian khusus dalam hal asupan gizi, karena termasuk kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi.
Kasus seperti bayi dengan berat badan lahir rendah, balita dengan gagal tumbuh, pendek dan kurus masih sering dijumpai dalam masyarakat meskipun jumlahnya sudah semakin berkurang seiring dengan kesuksesan program-program pemerintah terkait peningkatan asupan gizi keluarga dan perbaikan gizi masyarakat.
Dalam rangka perbaikan gizi masyarakat serta penanggulangan kasus balita gizi kurang di daerah Bojonegoro, dikeluarkanlah Keputusan Bupati Bojonegoro Nomor 188/45/KEP/421.11/2015 tentang Tim Pembina Pos Gizi (Community Feeding Center) di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015. Mari kita kaji peraturan ini dengan menggunakan pendekatan analisis segitiga kesehatan.
Aktor yang terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan:
1. Bupati Bojonegoro
2. Wakil Bupati Bojonegoro
3. Sekretaris Daerah Kabupaten Bojonegoro
4. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kabupaten Bojonegoro
5. Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Bojonegoro
6. Kepala DInas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
7. Kepada BPMPD Kabupaten Bojonegoro
8. Kepala BIdang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat pada DINas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
9. Kepala Bidang Sosial Budaya pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bojonegoro
10. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
11. Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
12. Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan UKBM pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
13. Ketua Pokja IV PKK Kabupaten Bojonegoro
14. Kepala Sub Bidang Pembinaan Ketahanan Keluarga pada BPPKB Kabupaten Bojonegoro
15. Kepala Seksi Penyuluhan pada Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro
16. Kepala Seksi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
17. Kepala Seksi Ekonomi Masyarakat Desa pada BPMPD Kabupaten Bojonegoro
18. Kepala Sub Bidang Kesejahteraan Rakyat pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bojonegoro
19. Kepala Seksi Pengkajian dan Penelitian Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
20. Kepala Seksi Data dan Bimbingan Rehabilitasi Sosial pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Sosial Kabupaten Bojonegoro
21. Kepala Sub Bagian Program dan Laporan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro
22. Kepala Seksi Perencanaan, Evaluasi, Ketersediaan dan Kewaspadaan Pangan pada Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Bojonegoro
23. Kepala Seksi Bina Usaha Perikanan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro
24. Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bojonegoro
25. Kader
26. Masyarakat
Konteks Kebijakan
Masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan erat dengan masalah sosial dan budaya. Menurut Yetty Nency dan Muhamad Thohar Arifin (2005) ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus gizi buruk pada balita di sejumlah daerah yaitu :
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat.
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kemiskinan menyebabkan makanan yang dikonsumsi keluarga terbatas dan bahkan tidak memenuhi unsur gizi yang diperlukan tubuh. Data di Indonesia menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Selain itu proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang.
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan banyak anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik harusn mengandung energi,protein,zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah dengan menggunakan bahan makanan lokal. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan padahal sumber makanan tersedia.
3. Pola makan yang salah
Hasil studi "positive deviance" mengemukakan bahwa dari sekian banyak bayi dan anak-anak di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui bahwa pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan yang mengerti tentang pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Selain itu banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan bekerja di luar negeri meninggalkan anak mereka diasuh orang lain, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk
4. Adanya kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan
Adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak-anak daging, telur, santan dll). Hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.
Beberapa kebiasaan yang terkait dengan budaya yang masih melekat dalam masyarakat terkadang mendorong keluarga untuk tidak memberikan makanan yang bergizi kepada anak. Sebagai contoh kepercayaan bahwa anak-anak yang menderita sakit tertentu dilarang memakan makanan tertentu, seperti anak yang sakit bisul dilarang makan telur, bayi yang menderita diare tidak boleh minum ASI dan banyak lagi yang lain. Selain itu faktor kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi juga turut menentukan angka kejadian gizi buruk pada balita.
Kepercayaan dan kebiasaan masyarakat termasuk pengetahuan mereka tentang gizi, harus dipertimbangkan sebagai bagian dari faktor penyebab yang berpengaruh terhadap masalah gizi buruk pada balita. Oleh karena itu, pendekatan positive deviance diperlukan karena pendekatan ini mendorong dan menggali solusi yang sudah ada dalam masyarakat dan dipraktekan oleh masyarakat sendiri, perlu ada pihak dalam masyarakat sendiri yang memberikan pengetahuan dan praktek positif untuk mendorong peningkatan asupan gizi pada anak.
Isi Kebijakan
Guna menyukseskan perbaikan gizi masyarakat dan menanggulangi kasus balita dengan gizi buruk diperlukan upaya penanganan secara terintregasi antar satuan perangkat daerah dan stake holder terkait. Di wilayah pedesaan di Kabupaten Bojonegoro telah dibentuk Pos Gizi (Community Feeding Center) untuk menangani gizi buruk dan gizi kurang melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini tertuang dalam Keputusan Bupati No. 45 Tahun 2015 Tentang Tim Pembina Pos Gizi. Tugas dari tim pembina pos gizi adalah menggalang kerjasama lintas sektor dan lintas program serta organisasi di tingkat kabupaten dan kecamatan dalam melakukan pembinaan, fasililtasi, advokasi, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pos Gizi,memfasilitasi pergerakan dan pengembangan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat dalam pelaksanaan pos gizi dan melaporkan dan mempertanggungjawaban hasil pelaksanaan pos gizi dan melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Bupati Bojonegoro.
CFC (Community Feeding Center) atau Pos Pemulihan Gizi (PPG) adalah rangkaian kegiatan pemulihan balita gizi buruk dengan cara rawat jalan yang dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan kader kesehatan dan petugas kesehatan. Program ini menggunakan pendekatan Positive Deviance (PD) dimana penanganan masalah kesehatan dilakukan berdasarkan asumsi bahwa sebagian solusi untuk masalah kesehatan dalam masyarakat berasal, sudah ada atau dipraktekan di dalam masyarakat itu sendiri, hanya perlu untuk digali dan diidentifikasi. Pendekatan ini memanfaatkan kearifan lokal yang berhasil mengobati dan mencegah kekurangan gizi dan menyebarluaskan kearifan tersebut ke seluruh masyarakat
Pos Gizi merupakan tempat atau rumah yang digunakan untuk mengadakan kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi pada masyarakat. Dengan adanya pos pemulihan gizi, banyak kelompok masyarakat yang dapat saling bekerja sama dan mempengaruhi sesama untuk mengurangi jumlah anak kurang gizi pada saat ini dan mencegah terjadinya tahun-tahun kekurangan gizi setelah program tersebut selesai dilaksanakan .
Tujuan dari program Pos Gizi adalah dengan cepat memulihkan anak-anak kurang gizi yang diidentifikasi di dalam masyarakat, memungkinkan keluarga-keluarga tersebut mempertahankan status gizi baik dari anak tersebut di rumah masing-masing secara mandiri, mencegah kekurangan gizi pada anak-anak yang akan lahir kemudian dalam masyarakat tersebut, dengan merubah norma-norma masyarakat mengenai perilaku - perilaku pengasuhan anak, pemberian makan, dan mencari pelayanan kesehatan.
Dalam kegiatan Pos Gizi, para kader dan ibu balita/pengasuh anak-anak kurang gizi mempraktekkan berbagai perilaku baru dalam hal memasak, pemberian makan, kebersihan dan pengasuhan anak yang telah terbukti berhasil dalam merehabilitasi anak -anak yang kurang gizi anak yang kurang gizi. Berbagai kebiasaan terpilih tersebut berasal dari hasil penemuan penyelidikan yang dilakukan dalam masyarakat dan berbagai perilaku kunci yang dikemukakan oleh para ahli kesehatan masyarakat. Kegiatan Pos Gizi terdiri dari rehabilitasi dan pendidikan gizi selama periode 12 hari yang diikuti dengan kunjungan para kader ke rumah setiap ibu balita/pengasuh.
Pendekatan Pos Gizi nantinya akan mendorong terjadinya perubahan perilaku dan memberdayakan para ibu balita/pengasuh untuk bertanggungjawab terhadap rehabilitasi gizi anak-anak mereka dengan menggunakan pengetahuan dan sumber daya lokal yang dirasa lebih dekat dengan masyarakat. Setelah pemberian makanan tambahan berkalori tinggi selama dua minggu anak berkalori tinggi selama dua minggu, anak -anak menjadi lebih bertenaga dan nafsu makan.
Keuntungan kegiatan Pos Gizi ialah dapat memberikan solusi yang dapat menyelesaikan masalah dengan segera, program yang dilakukan dapat dijangkau dan keluarga tidak bergantung pada sumber daya dari luar untuk mempraktekkan perilaku baru, program yang dilakukan lebih murah tetapi efektif dibandingkan mendirikan pusat rehabilitasi gizi atau melakukan penanganan di rumah sakit dan keuntungan yang terakhir adalah dalam kegiatan ini partisipasi masyarakat merupakan salah satu komponen penting yang menjamin keberhasilan program.
Proses Kebijakan
Hasil pemantauan Direktorat Bina Gizi Kementrian Kesehatan pada tahun 2010, dalam 5 tahun berturut – turut (2005 - 2010) Propinsi Jawa Timur menduduki posisi teratas untuk angka kejadian gizi buruk pada balita yaitu sebanyak 14.000 kasus (17,1%) meskipun sudah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 14.735 kasus (17,5%). Salah satu kebijakan nasional dalam upaya perbaikan gizi masyarakat tertuang dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 bahwa upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Selanjutnya dalam rangka percepatan perbaikan gizi, pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Gerakan ini mengedepankan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat dengan prioritas pada 1000 HPK.
Program Pemberian Makanan Tambahan menjadi cara intervensi yang tepat dalam percepatan perbaikan gizi yang berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan. Makanan tambahan yang dihasilkan berupa makanan tambahan olahan pabrik sehingga lebih praktis dan lebih terjamin komposisi zat gizinya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status gizi balita kurus.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, perbaikan status gizi masyarakat menjadi salah satu prioritas dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil Riskesdas tahun 2007 dan tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan di mana underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas tahun 2010 dan tahun 2013 menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 90 cm untuk laki2 dan >80 cm untuk perempuan) dari tahun 2007 ke tahun 2013. Untuk tahun 2013, prevalensi tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (39,7%) yaitu 2,5 kali lipat dibanding prevalensi terendah di Provinsi NTT (15.2%). Dengan melihat data yang ada, maka pendidikan gizi seimbang yang proaktif serta PHBS menjadi kegiatan wajib yang harus dilaksanakan di masyarakat guna memperbaiki dan mengurangi jumlah kasus gizi buruk.
Gizi buruk dapat dicegah melalui upaya preventif dan promotif yaitu dengan melakukan pemantauan pertumbuhan melalui penimbangan balita setiap bulan di posyandu, serta dengan juga PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan penyuluhan di posyandu. Kegiatan yang dilaksanankan dalam upaya mengurnagi gizi buruk perlu diawasi, dibimbing dan dievaluasi serta dimonitoring oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehingga perlu dibuat Tim Pembina Pos gizi dengan tugas dan peranan khusus.
Daftar Pustaka :
Keputusan Bupati Bojonegoro Nomor 188/45/KEP/421.11/2015 tentang Tim Pembina Pos Gizi (Community Feeding Center) di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2015
ocw.usu.ac.id/.../gds137_slide_penanganan_masalah_gizi.pdf
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Laporan Kasus Gizi Buruk
Tahun 2010.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Profil Kesehatan Provisi Jawa Timur, Surabaya,
2009.
Nency, Yetty dan Muhamad Thohar Arifin, (2005). Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang, Jurnal Inovasi. ISSN : 2085-871X Edisi Vol.5/XVII/November 2005.
Sarwono,Solita,1993. Sosiologi Kesehatan, beberapa Konsep beserta Aplikasinya. Gajah Mada University Press,Jakarta
Artikel ini dibuat oleh Fransiska Theresia Meivy Babang /42160047
No comments:
Post a Comment