Masalah gizi yang paling sering ditemukan di Indonesia merupakan gizi buruk, hampir diseluruh wilayah Indonesia bagian timur didapatkan masyarakat dengan status gizi yang kurang baik pada bayi, balita, anak-anak maupun remaja. Terkhusus akan di review mengenai masalah gizi yang berada di daerah NTT serta intervensi yang dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi tersebut. Masalah gizi yang masih menjadi 'momok' sampai saat ini adalah gizi buruk terutama pada balita karena membutuhkan penanganan yang lama, rawat inap, dan risiko infeksi yang besar. Meski prevalensi gizi buruk pada balita mulai membaik pada tahun 2010 sebesar 4,9% yang sebelumnya 5,4% pada tahun 2007; tetapi angka gizi buruk masih relative besar dan memiliki prognosis buruk. Banyak kejadian gizi buruk yang mendapat penanganan terlambat dan beberapa saat dirujuk sudah dengan penyakit infeksi penyerta. Hal ini menyebabkan penanganan gizi buruk akan lama bahkan hingga rawat inap yang lama, sehingga biaya yang dikeluarkan akan besar. Sumba memiliki masalah gizi yang masih banyak salah satunya yaitu gizi buruk. Jarang sekali ditemukan anak dengan status gizi baik di Sumba. Kebanyakan masalah yang dihadapi karena kemiskinan dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gizi seimbang. Masalah didaerah lainnya bermunculan ada masyarakat yang bukan karena tidak memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan gizi karena kebanyakan anak yang mengalami gizi buruk ini tergolong dalam orang tua yang cukup mampu, yang mengherankan kejadian ini dalam 1 keluarga yang memiliki 5 anak tapi yang terkena gizi buruk hanyak 1 orang anak, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1. Kurangnya kesadaran atau pengetahuan dari orang tua bahwa gizi buruk sangat berbahaya bagi tumbuh kembang serta kecerdasan anak-anak.
2. Kebiasaan atau budaya daerah setempat, bahwa anak-anak yg tidak suka minum susu sewaktu bayi diberikan minuman pengganti seperti gula air (air nira) dalam dot sehingga susu sama sekali tidak pernah diberikan.
3. Peran aktif puskesmas, dalam hal ini puskesmas sudah melakukan program hanya mungkin kurang agresiff atau kurang tepat sasaran, pemantauan berkala juga kurang, penjaringan langsung kepada keluarga yang memiliki masalah gizi buruk juga kurang. tingkat pengetahuan masyarakat, jumlah tenaga kesehatan yang kurang, letak geografis di Indonesia yang menyebabkan pelayanan kesehatan sulit terjangkau dan tidak maksimal. Mengapa hal seperti ini sampai terjadi? kemungkinan tenaga kerja kurang, atau kurangnya kesejahteraan tenaga medis daerah terpencil sehingga kerja tidak sepenuh hati yakni menimbulkan sikap acuh tak acuh.
4. Masalah gizi yang terdapat di indonesia adalah kurangnya edukasi pada warga" yang terdapat di pelosok, termasuk desa" yang susah terjangkau. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat edukasi sang ibu, dan juga berdampak langsung pada gizi anak. Untuk itu, sangat penting bagi tenaga" kesehatan yang berada di puskesmas" untuk meningkatkan kinerja di bidang promotif dan preventif
Untuk menangani hal ini, sudah mulai dilakukan penambahan jumlah tenaga kesehatan di pusat - pusat pelayanan kesehatan seperti posyandu, pustu, puskesmas. Ibu hamil dan bayi baru lahir didata, dan akan dilakukan pengontrolan setiap bulan jika ada yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. Menyiapkan tenaga kesehatan saja tidak cukup, sehingga diperlukan panduan khusus tata laksana gizi buruk (seperti 10 langkah tatalaksana gizi buruk) yang akan digunakan tenaga kesehatan dalam melakukan penanggulangan gizi buruk oleh tim asuhan gizi (dokter, perawat, ahli gizi). Selain itu, pelatihan - pelatihan kepada petugas kesehatan seperti pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) turut membantu penanganan gizi buruk. Diharapkan juga peran serta masyarakat dan pemerintah terkait dalam penanganan gizi buruk. Kesadaran masyarakat akan gizi buruk perlu ditingkatkan sehingga bisa terjadi pencegahan sebelumnya. Sistim pelaporan jika ada kejadian gizi buruk diharapkan bukan saja dari masyarakat tetapi dari pemerintah setempat seperti RT/RW, aparat desa dan kecamatan. Serta diadakannya undang-undang yang mengatur tentang gizi buruk dan hukuman untuk para orangtua yang memiliki anak dengan gizi buruk karena apabila ditelusuri lebih lanjut itu sama dengan penelantaran anak, berikutnya mengenai penurunan harga sembako agar masyarakat juga bisa membeli nasi, daging, ikan dan bukan hanya mie instan.
Daerah Iran pun masih ditemukan adanya kejadian gizi buruk sekitar 40% yang merupakan negara yang penuh konflik yang sangat memungkinkan timbulnya berbagai masalah kesehatan pada negara tersebut, banyak anak-anak yang terlantar akibat dari konflik-konflik yang terjadi, kesulitan pangan sehingga kebutuhan gizi mereka tidak terpenuhi. Program intervensi dari pemerintah untuk menanggulangi kajian gizi buruk sudah dilaksanakan yakni pemerintah mulai membagi makanan sehat seperti susu, roti, juga memberikan nutrisi seperti vitamin D , yodium, zat besi dan dengan adanya kebijakan tersebut angka gizi buruk akan berkurang.
Kelaparan dan ketidakamanan pangan yang terjadi di Afrika selatan terjadi pada 60% pada masyarakat akibat dari musim panas yang menyebabkan kekeringan dan kemiskinan yang melanda sehingga pemerintah membuat kebijakan untuk meningkatkan produksi makanan dan distribusi memberikan edukasi yang lebih rata dan menyeluruh terkait nutrisi, meningkatkan investasi dibidang pertanian untuk meningkatkan efisiensi dari cadangan makanan dan pendistribusian yang merata ke seluruh bagian afrika selatan.
Narasumber :
dr. Anggie
dr. Aldo
erfan erzafaeh (consultan dietitian)
Peiman P.,MSc (consultan dietitian)
Artikel ini ditulis oleh : Gusti Ayu Putu Ika B.S.A.
No comments:
Post a Comment