A. Meningkatkan Nutrisi Ibu
Sebagai sebuah hak asasi, status gizi yang baik sangat penting untuk kesehatan dan kelangsungan hidup setiap individu sepanjang siklus hidup. Kemampuan tubuh untuk berfungsi normal terganggu bila persediaan energi dan gizi tidak mencukupi. Di Indonesia, kekurangan gizi masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama, dengan kelompok yang paling rentan mengalaminya terdiri dari perempuan dan anak-anak. Jelas bahwa sebagian besar perempuan Indonesia, terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan kerap kali mengalami defisit energi karena kebiasaan makan yang buruk, beban kerja yang berat dan seringnya infeksi. Keadaan ini memiliki efek domino dengan prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR), angka kematian ibu dan angka kematian bayi tinggi.
Menurut dr. Zulfy haq dari India, praktek pemberian makan yang buruk, perawatan yang tidak memadai, pengetahuan yang tidak memadai dan sanitasi lingkungan yang buruk adalah beberapa faktor yang bertanggung jawab atas tingginya prevalensi malnutrisi pada anak-anak. Jika ini tidak dikoreksi lebih awal, anak-anak, terutama anak perempuan akan tumbuh menjadi remaja kurang gizi dan orang dewasa. Pendek (stunting) pada masa kanak-kanak menyebabkan berkurangnya ukuran tubuh hingga orang dewasa, dan ini berimplikasi pada perempuan khususnya untuk calon ibu yang diharapkan melahirkan anak suatu saat, fenomena ini dikenal sebagai siklus intergenerasional dari malnutrisi. Wanita yang memiliki perawakan pendek memiliki risiko lebih besar terkena komplikasi obstetrik karena ukuran panggulnya yang lebih kecil. Selain itu, wanita yang ukuran tubuhnya lebih kecil berisiko lebih besar melahirkan bayi BBLR, yang menyebabkan efek intergenerasional, karena bayi BBLR cenderung kecil hingga mencapai umur dewasa. Melihat keadaan ini, mengatasi masalah terkait nutrisi ibu memerlukan pendekatan siklus hidup karena masalahnya cenderung mulai di dalam rahim dan berlanjut sampai masa kanak-kanak, masa kecil, masa dewasa dan usia tua. Beberapa kebijakan yang dapat diterapkan menurut penuturan dr. Zulfy antara lain :
1. Mendukung pengembangan kapasitas pemangku kepentingan dalam pencegahan dan pengendalian kekurangan gizi
2. Memperkuat Program Suplementasi / fortifikasi Mikronutrient (Besi, vitamin A, yodium)
3. Perluasan Program Pengendalian Anemia Berbasis Masyarakat Terpadu
4. Mendukung intensifikasi KIA (komunikasi, informasi, dan edukasi) / BCC (Behavioral change Communication) tentang penyebab, konsekuensi, pencegahan dan pengendalian gizi buruk ibu
5. Mendukung dilakukannya penilaian status gizi wanita usia subur
6. Mendukung program melek huruf dan program terkait, hal ini erat hubungannya dengan ketersediaan informasi yang begitu banyak di media massa dan bagaimana Ibu (bapak) selaku bagian dari keluarga memperoleh berbagai informasi tersebut.
B. Asupan Makanan Bayi dan Anak yang optimal
Bayi dan anak kecil memiliki kebutuhan gizi yang terbilang tinggi karena pertumbuhan dan perkembangannya yang cepat. Nutrisi yang memadai sangat penting bagi bayi dan anak muda untuk mencapai potensi pertumbuhannya. Praktik pemberian makan anak yang optimal 0 sampai 24 bulan sangat penting dalam memutus siklus kekurangan gizi. ASI adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Menurut penuturan dokter spesialis anak, penulis buku "20 cerita asyik" dr. Vicka Farah Diba dalam sebuah kesempatan di LinkedIn; "Menyusui bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayi. Namun, manfaat penuh dari menyusui hanya dapat direalisasikan jika bayi dan anak kecil (inisiasi awal menyusui, menyusui eksklusif, makan yang sering dan tepat waktu, pengenalan makanan pelengkap yang tepat waktu dan terus menyusui hingga 2 tahun atau lebih) dipraktekkan. Pemberian ASI eksklusif untuk enam bulan pertama kehidupan diikuti dengan pemberian makanan pelengkap yang tepat dan terus menyusui hingga 2 tahun ke depan akan mencegah gizi buruk masa kanak-kanak dan pada akhirnya mengurangi morbiditas dan mortalitas di masa kecil."
Capaian ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif adalah 42%. Sedangkan, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan provinsi tahun 2013, cakupan pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah 54,3% (Pusdatin, 2015). Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya pemberian ASI Eksklusif di Indonesia adalah belum semua tempat kerja menyediakan ruang ASI. Selain itu, secara umum penyebab rendahnya prevalensi pemberian ASI eksklusif dapat disebabkan oleh faktor budaya, ekonomi, sosial dan politik. Sekitar 48% ibu memulai menyusui pada jam-jam pertama kelahiran dan 33% anak-anak usia 6-9 bulan menerima makanan pelengkap yang memadai sementara pada saat yang sama disusui. Beberapa kebijakan terkait, seperti dilansir oleh penuturan Fardhon Hanafiah dan dr. Manjiri Nadkarni dari Indonesia dan Kanada berturut-turut dalam menyikapi kejadian ini antara lain :
1. Promosi penggunaan makanan pelengkap bergizi, aman dan tersedia secara lokal
2. Meningkatkan kesadaran pembuat kebijakan dan masyarakat tentang pentingnya pemberian makanan bayi dan anak yang optimal
3. Advokat atau legalitas terkait penyediaan lingkungan yang mendukung untuk memfasilitasi menyusui di tempat kerja
4. Dukung masyarakat untuk menerapkan program berbasis masyarakat, yang mempromosikan, melindungi dan mendukung praktik pemberian makanan bayi dan anak yang optimal
5. Mendukung pengembangan kapasitas penyedia layanan kesehatan, penyuluh berbasis komunitas dan perwakilan masyarakat tentang makanan bayi dan anak
6. mendukung pemantauan tren menyusui bayi dan anak muda
7. Advokat untuk memasukkan masalah pemberian makanan bayi dan anak ke dalam kebijakan dan rencana sektoral lain yang relevan
8. Dukung identifikasi dan penanganan malnutrisi akut yang tepat waktu dan tepat
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Pasal 1 angka 1 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Terkait dengan ini, hak atas kecukupan pangan dan terbebas dari kelaparan merupakan hak asasi yang jika tidak terpenuhi maka proses pengupayaan keadaan sehat tidak mungkin terwujud. Presidential Commission on Hunger dengan tegas menyatakan bahwa pemenuhan hak asasi atas pangan dan gizi merupakan salah satu prioritas dan dimasukkan ke dalam hak dasar yang harus dimiliki setiap manusia. Sebagai salah satu hak asasi manusia (HAM), pangan diakui secara universal sebagai hak yang melekat pada manusia karena hakikat kelahirannya sebagai manusia. Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan adalah keluarga, segala sesuatu yang terkait dengan masyarakat luas dimulai dengan timbal balik yang terjadi dalam keluarga, Pemenuhan kebutuhan hak-hak mendasar terkait dengan nutrisi pada keluarga terkhususnya Ibu pada siklus hamil, melahirkan, menyusi, termasuk anak-anak merupakan cerminan masyarakat baik, maju, dan beradab.
No comments:
Post a Comment