Peraturan Bupati Blitar Provinsi Jawa Timur nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu. Peraturan tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mendapatkan kecukupan pemenuhan pangan dan gizi. Peraturan tersebut bertujuan untuk membantu mengidentifikasi daerah yang terindikasi rawan pangan dalam segi ketersediaa, akses dan penyiapan pangan. Selain itu juga bertujuan untuk mempersiapkan daerah dalam meningkatkan standar pangan dan gizi daerah. Melihat kebijakan Blitar propinsi Jawa Timur tersebut, dapat dilakukan analisis kebijakan yang terkait. Karena pentingnya suatu kebijakan, perlu dilakukan analisis kebijakan yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan mengenai hasil kebijakan yang akan dicapai sehingga dapat mengimplementasikannya dengan lebih efektif dimasa depan. Segitiga kebijakan merupakan metose sederhana dalam menganalisis kebijakan berdasarkan 4 faktor penting yang berperan yaitu: konteks, aktor, proses dan isi.
Konteks terbentuknya Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu yaitu:
· Konteks struktural
Di Indonesia upaya memantapkan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi merupakan prioritas utama pembangunan daerah. Sebagai negara berkembang, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan kemiskinan dan memperbaiki status gizi nasional. Kejadian lemahnya status gizi dan pangan merupakan masalah yang sensitif dalam dinamika sosial politik hal ini berkaitan dengan kinerja penguasa suatu daerah. Sehingga pemerintah daerah perlu melakukan pemerataan aksesibilitas pangan dan gizi sebagai bagian dari upaya penyelenggara pemerintah daerah mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
· Konteks Situasional
Upaya meningkatkan kualitas gizi dan pangan didasarkan atas kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan sebagai hak warga negara yang tercantum dalam UUD tahun 1945. Sehingga membutuhkan keterlibatan dan kesinambungan antara pemerintah daerah dan masyarakat. Di kota Blitar sendiri angka gizi buruk dilihat berdasarkan berat badan yaitu pada tahun 2014 berat badan kurang sekitar 2,6% dan sangat kurang sekitar 0,6 %. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat permasalahan gizi di Indonesia juga tidak hanya mengenai kekurangan gizi namun juga terdapat kelebihan gizi.
· Konteks Internasional
Perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Blitar melihat dari prevalensi bayi kekurangan gizi yang terdapat di Blitar. Hal ini sejalan dengan program global Milenium Develompment Goals dan rencana strategi Propinsi Jawa Timur.
· Konteks Budaya
Masalah gizi tidak hanya dikaitkan faktor makanan saja, namun dapat dikaitkan dengan sosial ekonomi juga. Tersedianya aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu diadakan untuk membantu permasalahan faktor ketersediaan dan pemerataan pangan di daerah blitar.
Aktor yang terlibat dalam terbentuknya Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu yaitu:
· Pemerintah
Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu merupakan program kemitraan yang melibatkan banyak penyusun. Sebagai contoh yang terlibat adalah menteri pertanian, presiden dan gubernur Jawa Timur dalam menindaklanjuti gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Pada perjalanannya peraturan Bupati ini juga melibatkan aktor-aktor selain aktor pembuat kebijakan seperti: pemerintah daerah beserta bupati, DPRD, SKPD (satuan kerja perangkat daerah), masyarakat terutama ibu hamil, ibu menyusui, anak balita. Kemudian media masa, pengusaha yang bergerak dalam industri pangan, mitra pembangunan nasional maupun internasional.
Proses perencanaan terbentuknya Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu terkait masalah pangan dan gizi.
· Di Indonesia pada umunya masih bergumul dengan masalah gizi ganda yaitu gizi kurang seperti kurangnya energi protein, gangguan akibat kekurangan yodium, anemia gizi besi dan kurangnya vitamin A. Masalah gizi lebih terkait dengan penyakit degeneratif. Permasalah gizi buruk di kota Blitar segera mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas atau Rumah Sakit untuk mendapatkan penatalaksanaan seperti konseling gizi dan pemberian PMT pemulihan. Dan tindakan untuk mencegah terjadinya gizi buruk dengan melakukan screening balita dengan kriteria 2T, BGM dan tampak kurus untuk dirujuk sedini mungkin sehingga mendapat intervensi secepat mungkin. Angka gizi buruk di Blitar pada tahun 2013 -2014 mengalami peurunan sekitar 3 % sehingga kebijakan pengendalian sejauh ini dapat berdampak baik walaupun tidak megurangi keseluruhan. Sehingga kebijakan mengenai peraturan perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi membantu melibatkan sektor lain sehingga mengurangi faktor-faktor lainya yaitu dengan memanfaatkan sumber pangan yang tersedia di kota Blitar. Kinerja ini diatur dalam peraturan Bupati secara tertulis yang dengan jelas mengatur kebijakan pangan dan gizi secara hukum.
· Perumusan kebijakan
Di Indonesia masalah gizi sudah cukup banyak tertangangani dengan berberapa program pemerintah. Evaluasi berlanjut dan pada akhirnya program global MDG'S belum terealisasi secara penuh. Melalui UNICEF Indonesia menjalani kemitraan dalam mengatasi masalah gizi dengan melaksanakan pelatihan khusus bagi petugas kesehatan mengenai penyebab terhambatnya pertumbuhan anak, penyebab kekurangan gizi dan langkah apa saja yang dapat dilakukan merwat anak secara lebih efektif. Melalui Program Keluarga Harapan, yaitu membantu masyarakat dalam berpartisipasi dan memprakasrsai kesehatan dan pendidikan. Karya yang sudah dilkukan yaitu menambah pedoman, standar dan materi pelatihan dalam pengelolaan kondisi gizi buruk yang paah, memfasilitasi ASI dan makanan pendamping ASI dan juga meningkatkan program –program zat gizi mikro.
Indonesia merupakan pemain negara yang melakukan akselerasi perbaikan gizi atau SUN global, sehingga dengan kolaborasi tersebut diharapkan dapat membangun jaringan komunikasi antara departemen pemerintah, badan PBB, lembaga bantuan internasional, organisasi non pemerintah dan juga sektor swasta yang mampu membantu dalam mengawasi penargetan sumber daya dan jalannya proram. Dengan adanya landasan tersebut, Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu meningkatkan kerjasama antar sektor kepemerintahan tidak hanya dalam kesehatan namun juga dalam ketersediaan pangan.
· Pelaksanaan kebijakan
Dengan adanya penetapan Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten Blitar. Dengan satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya yang ditetapkan dalam kelompok kerja rencana aksi daerah pangan dan gizi.
Isi Peraturan Bupati Blitar nomor 31 tahun 2016 tentang perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu terkait dengan perencanaan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi daerah kepada masyarakat secara terpadu. Kebijakan ini menjadi panduan dan arahan serta acuan bagi institusi pemerintah, DPRD, organisasi non pemerintah, institusi swasta, masyarakat dan pelaku lain untuk berperan dalam meningkatkan kontribusi yang optimal dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat kabupaten Blitar.
Secara keseluruhan kebijakan ini menuntun SKPD melaksanakan kegiatan peningkatan aksesibilitas pangan dan gizi. Sehingga SKPD wajib melaporkan program kegiatannya kepada pemerintah daerah dan akan dilanjutkan kepada pemerintah provinsi Jawa Timur. Kebijakan ini membantu sebagai dasar pergerakan untuk membentuk suatu program yang baru. Pemerintah daerah juga telah mampilkan pemetaan yang cukup jelas terkait daerah yang rawan pangan. Kebijakan ini justru menyesuaikan apa yang ada di tengah-tengah masyarakat bersifat bottom up. Pemerintah daerah membantu memberikan kerangka dan dasr kebijakan yang jelas untuk memulai program bagi masyarakat yang cukup fleksibel sehingga terfokus cukup pada aksesibilitas pangan dan gizi saja. Untuk realisasi dan manfaat setelah 1 tahun dikeluarkan membutuhkan waktu dan proses yang panjang untuk menilai kebijakan tersebut dan membutuhkan evaluasi terhadap peningkatan aksesibiltas pangan gizi di kabupaten Blitar.
Artikel ini ditulis oleh Trivian Klesani
Sumber:
No comments:
Post a Comment