Sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996), sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Karena terkait dengan orang banyak, proses pengaturan dan pengendalian semua hal terkait dengan kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta serta kualitas/keamanan pangan perlu diterapkan. Peran pemerintah terkhususnya lembaga legislatif dalam mengakomodasi masalah ini membutuhkan perhatian lebih lanjut terkait dengan kepentingan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan kebijakan terus menerus.
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatera dengan padang sebagai ibukotanya. Sesuai dengan namanya, wilayah provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah dan sejumlah pulau lepas seperti Kepualauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Terkait dengan pangan, Sumbar merupakan salah satu sentra produksi beras. Meskipun demikian, harga beras di Sumatera Barat sewaktu-waktu dapat jauh lebih tinggi dari harga beras di provinsi lain. Di samping itu, cakupan pangan yang luas dapat menjadi pemicu munculnya berbagai masalah terkait dengan ekonomi, kesehatan, maupun sosial ekonomi, maka dari itu pada tahun 2015 Sumbar menetapkan satu kebijakan terkait pangan yang berjudul :
"PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMAND1RIAN PANGAN".
Sebagaimana sudah disinggung di atas, untuk kepentingan monitoring dan evaluasi agar terjadi perbaikan terus menerus maka salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan menggunakan analisis kebijakan. William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Untuk itu, maka penulis menggunakan salah satu strategi analisis kebijakan oleh oleh Walt and Gilson ( 1994). Keempat faktor dalam analisis kebijakan ini terdapat pelaku, konteks, konten atau isi dan proses. Keempat hal ini akan bersinergi dan dapat digunakan sebagai alternatif monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan yang ada.
Berdasarkan kebijakan Perda Sumbar tersebut, penulis akan melakukan analisis kebijakan dengan tujuan, antara lain:
- Mengetahui gambaran umum mengenai Kebijakan
- Menganalisis secara prospektif kebijakan ditinjau dari segitiga kebijakan yaitu meliputi aktor, konteks, konten, dan proses.
GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN
Peraturan daerah provinsi Sumbar nomor 3 tahun 2015 adalah kebijakan yang mengatur tentang pangan terutama untuk mencapai Ketahanan Pangan sehubungan dengan upaya mencapai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam. Kebijakan ini mencakup ruang lingkup :
1. Mengatur tentang ketersediaan pangan yang di dalamnya diatur bagaimana upaya untuk mewujudkan ketersediaan pangan ini, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi darurat atau daerah dalam keadaan bencana.
2. Mengatur tentang bagaimana pendistribusian pangan kepada masyarakat sehingga terdapat pemerataan ketersediaan pangan ditengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi daerah-daerah yang langkah pangan.
3. Mengatur tentang bagaimana menyiapkan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi tertentu, sehingga kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi dan terjaga setiap saat.
4. Mengatur tentang keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
5.Mengatur tentang peran serta dan kewajiban Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Desa/Nagari dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan dan ketersediaan pangan masyarakat.
6. Mengatur tentang kualitas atau mutu produk pangan, dan
7. Mengatur tentang pasar produk pangan agar harga pangan tetap terjangkau oleh masyarakat.
Penetapan peraturan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Mewujudkan ketahanan pangan yang cukup di Sumatera Barat, baik dalam jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau.
2. Melindungi masyarakat dari pangan yang tidak bermutu dan tidak aman untuk dikonsumsi.
3. Menjamin pemerataan pangan dan menjamin harga pangan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
4. Melindungi lahan pertanian pangan dan cadangan lahan pertanian pangan untuk menjamin terpenuhinya produksi pangan di Sumatera Barat.
KAJIAN KRITIS
1. Aktor
a. Pembuatan atau penyusunan Kebijakan
1. DPRD dan jajaran fraksi terkait.
2. Gubernur sumatera barat
3. Anggota forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah), ketua pengadilan tinggi dan pengadilan tinggi agama sumatera barat
4. bpk-ri (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) perwakilan provinsi Sumatera Barat
5. Jajaran ombusdman perwakilan provinsi Sumatera Barat
6. Sekretaris daerah, asisten, staf ahli, kepala badan, dinas, kantor dan lembaga provinsi Sumatera Barat
7. Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Barat terkait dengan studi masukan dari studi banding yang telah dilakukan
8. Biro hukum kementerian dalam negeri dan badan ketahanan pangan kementerian pertanian terkait Konsultasi akhir rancangan perda.
b. Badan yang mengurusi terkait pembinaan, pengawasan dan pengendalian perda
1. Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kemandirian pangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Dalam melaksanakan penyelenggaraan Pangan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang melakukan pengawasan.
3. Bupati/Walikota bertanggung jawab untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan Kemandirian Pangan di Kabupaten Kota.
c. Ujung Tombak Implementasi Perda
Petani, nelayan, pembudi daya ikan, pelaku usaha pangan, rumah tangga, distributor, pemilik lahan.
2. Konteks
Menurut organisasi dunia PBB, penduduk dunia pada tahun 2025 akan tumbuh menjadi 8,1 miliar jiwa dari jumlah saat ini yang tercatat 7,2 miliar jiwa. Kemudian pada tahun 2050, populasi tersebut akan terus berkembang menjadi 9,6 miliar jiwa, atau lebih besar dari prediksi sebelumnya yang diramalkan pada angka 9,3 miliar jiwa. Peningkatan jumlah populasi dunia tersebut menimbulkan salah suatu pertanyaan terkait daya bumi dalam mencukupi kebutuhan sumber daya makanan. Populasi yang besar, tentunya juga akan membutuhkan sumber daya yang lebih besar pula, mulai dari pangan, energi, dan ketersediaan lahan untuk pertanian.
Pada tahun 2014 produksi padi di Sumatera Barat mengalami surplus, antara produksinya sekitar 2.519.020 ton dan dari kebutuhannya 1. 700.000 ton. Meskipun terdapat surplus produksi beras di Provinsi Sumatera Barat, akan tetapi belum menjamin terwujudnya ketahanan pangan di Sumatera Barat, hal ini dapat kita lihat, dimana pada waktu-waktu tertentu harga beras di Sumatera Barat jauh lebih tinggi dari harga beras di provinsi lain, sedangkan Provinsi Sumatera Barat termasuk sentra produksi beras. Sesuai dengan pernyataan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sehingga, jika kita berbicara tentang ketahanan pangan, tentu tidak hanya berbicara tentang salah satu produksi pangan seperti ketersediaan beras, akan tetapi juga berbicara tentang pangan secara keseluruhan. Hal ini memiliki implikasi yang luas yang dapat mempengaruhi sektor-sektor lain.
3. Proses Penyusunan kebijakan
Identifikasi masalah panganà rapat kerja dengan terkait pembahasan Ranperda Ketahanan Panganà konsultasi Awal ke Badan Ketahanan Pangan dan Badan Pengembangan dan Penelitian Kementerian Pertanian RI à rapat kerja dengan mitra kerja terkait pembahasan Ranperda Ketahanan Pangan à studi banding ke Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Barat à konsultasi Akhir ke Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanianà rapat finalisasi Pembahasanà Rapat gabungan Komisi pembahasan Ranperda tentang Ketahanan Panganà persetujuan Gubernur terkait ranperda.
Dari rangkaian pembahasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sumatera Barat dengan Pemerintah Daerah, menerima masukan, pendapat dan saran dari Badan Ketahanan Pangan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pangan Kementerian Pertanian, studi Banding ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Barat, konsultasi akhir ke Biro hukum Kementerian Dalam Negeri dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, maka pada prinsipnya Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat mempunyai maksud dan tujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat dan menjamin ketersediaan kebutuhan dasar masyarakat Sumatera Barat. Ranperda Usul Prakarsa yang awalnya pada Prolegda (progam legistif daerah) ditetapkan adalah tentang Ketahanan Pangan, setelah mengalami beberapa pembahasan dan melakukan konsultasi ke Badan Ketahanan Pangan dan studi banding ke 2 daerah yang telah memiliki payung hukum terhadap pangan, maka disimpulkan bahwa Ranperda Ketahanan Pangan diganti judulnya dengan Ranperda Kemandirian Pangan.
4. Isi
Adapun substansi yang diatur dalam Ranperda tentang Ketahanan Pangan ini, meliputi:
1. Mengatur tentang ketersediaan pangan yang didalamnya diatur bagaimana upaya untuk mewujudkan ketersediaan pangan ini, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi darurat atau daerah dalam keadaan bencana.
2. Mengatur tentang bagaimana menyiapkan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi tertentu, sehingga kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi dan terjaga setiap saat.
3. Mengatur tentang penganekaragaman pangan sebagai upaya pengurangan ketergantungan pada beras.
4. Mengatur tentang pendistribusian pangan kepada masyarakat sehingga terdapat pemerataan ketersediaan pangan ditengah-tengah masyarakat, harga yang terjangkau serta tidak ada lagi daerah-daerah yang langkah pangan.
5. Mengatur tentang lahan pertanian pangan untuk menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan dalam upaya menjaga produksi pangan tetap terpenuhi.
6. Mengatur tentang kualitas mutu pangan dan gizi pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
7. Mengatur tentang peran serta dan kewajiban Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa/Nagari dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan dan ketersediaan pangan masyarakat.
Artikel ini ditulis oleh Ryan Meok
No comments:
Post a Comment