Saturday, October 14, 2017

“PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN”

Sebagaimana  tersebut dalam pasal  27  UUD 1945  maupun dalam Deklarasi  Roma  (1996), sebagai kebutuhan dasar  dan  salah  satu hak  asasi  manusia, pangan mempunyai  arti  dan peran  yang  sangat  penting  bagi  kehidupan  suatu  bangsa.  Ketersediaan  pangan  yang  lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan  yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Karena terkait dengan orang banyak, proses pengaturan dan pengendalian semua hal terkait dengan kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta serta kualitas/keamanan pangan perlu diterapkan. Peran pemerintah terkhususnya lembaga legislatif dalam mengakomodasi masalah ini membutuhkan perhatian lebih lanjut terkait dengan kepentingan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan kebijakan terus menerus.
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatera dengan padang sebagai ibukotanya. Sesuai dengan namanya, wilayah provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah dan sejumlah pulau lepas seperti Kepualauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Terkait dengan pangan, Sumbar merupakan salah satu sentra produksi beras. Meskipun demikian, harga beras di Sumatera Barat sewaktu-waktu dapat  jauh  lebih tinggi dari harga beras di provinsi lain. Di samping itu, cakupan pangan yang luas dapat menjadi pemicu munculnya berbagai masalah terkait dengan ekonomi, kesehatan, maupun sosial ekonomi, maka dari itu pada tahun 2015 Sumbar menetapkan satu kebijakan terkait pangan yang berjudul :
"PERATURAN DAERAH PROVINSI  SUMATERA  BARAT NOMOR  3  TAHUN  2015 TENTANG KEMAND1RIAN PANGAN".
Sebagaimana sudah disinggung di atas, untuk kepentingan monitoring dan evaluasi agar terjadi perbaikan terus menerus maka salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan menggunakan analisis kebijakan. William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Untuk itu, maka penulis menggunakan salah satu strategi analisis kebijakan oleh oleh Walt and Gilson ( 1994).  Keempat faktor dalam analisis kebijakan ini terdapat pelaku, konteks, konten atau isi dan proses. Keempat  hal ini akan bersinergi dan dapat digunakan sebagai alternatif monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan yang ada.
Berdasarkan kebijakan Perda Sumbar tersebut, penulis akan melakukan analisis kebijakan dengan tujuan, antara lain:
  1. Mengetahui gambaran umum mengenai Kebijakan
  2. Menganalisis secara prospektif kebijakan ditinjau dari segitiga kebijakan yaitu meliputi aktor, konteks, konten, dan proses.

GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN
Peraturan daerah provinsi Sumbar nomor 3 tahun 2015 adalah kebijakan yang mengatur tentang pangan terutama untuk mencapai Ketahanan Pangan  sehubungan dengan upaya mencapai  kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam. Kebijakan ini mencakup ruang lingkup :
1. Mengatur tentang ketersediaan pangan yang di dalamnya diatur bagaimana upaya untuk  mewujudkan ketersediaan pangan ini, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi darurat  atau daerah dalam keadaan bencana.
2. Mengatur tentang bagaimana pendistribusian pangan kepada masyarakat sehingga terdapat  pemerataan ketersediaan pangan ditengah-tengah masyarakat, sehingga tidak ada lagi daerah-daerah yang langkah pangan.
3. Mengatur tentang bagaimana menyiapkan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi tertentu, sehingga kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi dan terjaga setiap saat.
4. Mengatur tentang keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
5.Mengatur tentang peran serta dan kewajiban Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Desa/Nagari dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan dan  ketersediaan pangan  masyarakat.
6.  Mengatur tentang  kualitas atau mutu produk pangan,  dan
7. Mengatur tentang pasar produk pangan agar harga pangan tetap terjangkau oleh masyarakat.
Penetapan peraturan ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Mewujudkan ketahanan pangan yang cukup di Sumatera Barat, baik dalam jumlah maupun  mutu, aman, merata dan terjangkau.
2. Melindungi masyarakat dari pangan yang tidak bermutu dan tidak aman untuk dikonsumsi.
3. Menjamin pemerataan pangan dan menjamin harga pangan terjangkau oleh semua lapisan  masyarakat.
4. Melindungi lahan pertanian pangan dan cadangan lahan pertanian pangan untuk menjamin  terpenuhinya produksi pangan di Sumatera Barat.

KAJIAN KRITIS
1.      Aktor
a.        Pembuatan atau penyusunan Kebijakan
1.      DPRD dan jajaran fraksi terkait.
2.      Gubernur  sumatera  barat
3.       Anggota forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah),  ketua pengadilan tinggi  dan pengadilan  tinggi  agama  sumatera  barat
4.      bpk-ri (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) perwakilan provinsi  Sumatera  Barat
5.      Jajaran ombusdman  perwakilan  provinsi Sumatera  Barat
6.      Sekretaris daerah, asisten, staf ahli, kepala badan, dinas, kantor dan lembaga provinsi  Sumatera Barat
7.      Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Barat terkait dengan studi masukan dari studi banding yang telah dilakukan
8.       Biro hukum kementerian dalam negeri dan badan ketahanan pangan kementerian pertanian terkait Konsultasi akhir rancangan perda.
b.      Badan yang mengurusi terkait pembinaan, pengawasan  dan pengendalian perda
1.      Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kemandirian pangan yang  dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.      Dalam melaksanakan penyelenggaraan Pangan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang melakukan pengawasan.
3.      Bupati/Walikota bertanggung jawab untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan Kemandirian Pangan di Kabupaten Kota.
c.       Ujung Tombak Implementasi Perda
Petani, nelayan, pembudi daya ikan, pelaku usaha pangan, rumah tangga, distributor, pemilik lahan.
2.      Konteks
Menurut organisasi dunia PBB, penduduk dunia pada tahun 2025 akan tumbuh menjadi 8,1 miliar jiwa dari jumlah saat ini yang tercatat 7,2 miliar jiwa. Kemudian pada tahun 2050, populasi tersebut akan terus berkembang menjadi 9,6 miliar jiwa, atau lebih besar dari prediksi sebelumnya yang diramalkan pada angka 9,3 miliar jiwa. Peningkatan jumlah populasi dunia tersebut menimbulkan salah suatu pertanyaan terkait daya bumi dalam mencukupi kebutuhan sumber daya makanan. Populasi yang besar, tentunya juga akan membutuhkan sumber daya yang lebih besar pula, mulai dari pangan, energi, dan ketersediaan lahan untuk pertanian.
Pada tahun 2014 produksi padi di Sumatera Barat mengalami surplus, antara produksinya sekitar 2.519.020 ton dan dari kebutuhannya 1. 700.000  ton. Meskipun terdapat surplus  produksi  beras  di Provinsi  Sumatera  Barat,  akan  tetapi  belum  menjamin  terwujudnya ketahanan  pangan  di Sumatera  Barat,  hal  ini  dapat  kita  lihat,  dimana  pada  waktu-waktu tertentu  harga beras  di Sumatera Barat  jauh  lebih  tinggi  dari  harga  beras  di provinsi  lain, sedangkan  Provinsi  Sumatera  Barat  termasuk  sentra  produksi  beras. Sesuai dengan pernyataan dalam  Undang-Undang Nomor 18  Tahun  2012  tentang  Pangan  dan Peraturan  Pemerintah Nomor 68  tahun  2002  tentang  Ketahanan  Pangan, dikemukakan bahwa yang dimaksud  dengan  pangan  adalah segala sesuatu yang  berasal  dari  sumber  hayati  dan  air,  baik yang  diolah  maupun  tidak diolah  yang  diperuntukan sebagai  makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk  bahan  tambahan  pangan,  bahan  baku  pangan  dan bahan  lainnya  yang  digunakan  dalam  proses  penyiapan,  pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman.  Sehingga, jika kita berbicara tentang ketahanan  pangan, tentu tidak hanya berbicara tentang salah satu produksi pangan seperti ketersediaan beras, akan tetapi juga berbicara tentang pangan secara keseluruhan. Hal ini memiliki implikasi yang luas yang dapat mempengaruhi sektor-sektor lain.
3.      Proses Penyusunan kebijakan
Identifikasi masalah panganà rapat kerja dengan terkait pembahasan Ranperda Ketahanan Panganà konsultasi Awal ke Badan Ketahanan Pangan dan Badan Pengembangan  dan Penelitian  Kementerian Pertanian RI à rapat  kerja  dengan  mitra kerja terkait pembahasan Ranperda  Ketahanan Pangan à studi  banding  ke  Provinsi Sulawesi Selatan  dan  Provinsi  Jawa  Barat à konsultasi Akhir ke Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri dan Badan Ketahanan Pangan  Kementerian Pertanianà rapat finalisasi Pembahasanà Rapat  gabungan  Komisi  pembahasan Ranperda tentang  Ketahanan Panganà persetujuan Gubernur terkait ranperda.
Dari  rangkaian pembahasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan  Rakyat Provinsi Sumatera Barat dengan Pemerintah Daerah, menerima masukan, pendapat  dan saran dari Badan Ketahanan Pangan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pangan  Kementerian Pertanian, studi Banding ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan  Provinsi  Jawa Barat, konsultasi akhir ke Biro hukum Kementerian Dalam Negeri dan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, maka pada prinsipnya Komisi II  DPRD Provinsi  Sumatera Barat mempunyai  maksud dan tujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat dan menjamin ketersediaan kebutuhan dasar masyarakat Sumatera  Barat. Ranperda  Usul  Prakarsa  yang  awalnya  pada Prolegda (progam legistif daerah) ditetapkan  adalah  tentang  Ketahanan Pangan,  setelah mengalami beberapa  pembahasan  dan  melakukan konsultasi  ke  Badan Ketahanan Pangan  dan  studi  banding  ke  2  daerah yang  telah  memiliki payung  hukum  terhadap  pangan, maka disimpulkan bahwa Ranperda Ketahanan Pangan diganti judulnya dengan Ranperda Kemandirian  Pangan.
4.         Isi
Adapun  substansi  yang  diatur  dalam  Ranperda  tentang  Ketahanan Pangan  ini,  meliputi:
1. Mengatur  tentang  ketersediaan  pangan  yang  didalamnya  diatur bagaimana  upaya  untuk  mewujudkan  ketersediaan  pangan  ini,  baik pada  kondisi  normal maupun  pada  kondisi darurat  atau daerah dalam keadaan  bencana.
2. Mengatur  tentang  bagaimana  menyiapkan  cadangan  pangan  untuk mengantisipasi  kondisi-kondisi  tertentu,  sehingga kebutuhan  pangan masyarakat tetap  terpenuhi  dan  terjaga  setiap  saat.
3. Mengatur  tentang  penganekaragaman  pangan  sebagai  upaya pengurangan  ketergantungan pada beras.
4. Mengatur tentang  pendistribusian  pangan  kepada  masyarakat sehingga terdapat  pemerataan  ketersediaan  pangan  ditengah-tengah masyarakat, harga  yang terjangkau  serta  tidak  ada  lagi  daerah-daerah yang langkah pangan.
5. Mengatur  tentang  lahan  pertanian  pangan  untuk  menjamin ketersediaan  lahan pertanian  pangan  dalam  upaya  menjaga  produksi pangan  tetap  terpenuhi.
6. Mengatur  tentang  kualitas  mutu  pangan  dan  gizi  pangan  yang  dikonsumsi oleh masyarakat.
7. Mengatur tentang  peran  serta  dan  kewajiban  Pemerintah  Provinsi, Pemerintah  Kabupaten/Kota,  Pemerintah  Desa/Nagari  dan masyarakat dalam  mewujudkan  ketahanan dan  ketersediaan  pangan masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh Ryan Meok 


No comments:

Post a Comment

Ikutilah Jalan Orang Baik dan Orang Benar

Sebab itu tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar. Amsal 2:20 TB