Tolak ukur keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain
adalah penurunan angka kematian bayi dan peningkatan status gizi masyarakat.
Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada bayi.
ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6
bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
World Health Organization (WHO), United Nations Childtren's
Fund (UNICEF) dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No.450/Menkes/SK/IV/2004 telah menetapkan
rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 0 sampai 6 bulan. Dalam rekomendasi
tersebut, dijelaskan bahwa untuk
mencapai pertumbuhan, perkembangan dan
kesehatan yang optimal, bayi usia 0
sampai 6 bulan pertama harus diberi ASI eksklusif. Selanjutnya demi
tercukupinya nutrisi bayi, maka ibu akan mulai memberikan makanan pendamping
ASI dan ASI dapat dilanjutkan hingga bayi berusia sampai 2 tahun.
Gizi yang baik dan optimal sangat penting untuk pertumbuhan
serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, tumbuh kembang anak-anak, remaja
dan pada kebutuhan gizi khusus pada ibu hamil, dan menyusui serta seluruh
kelompok umur termasuk kelompok lansia. Gizi baik, membuat berat badan normal
atau sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja
meningkat serta terlindung dari penyakit kronis. Agar tubuh tetap sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular terkait
gizi, maka pola makan masyarakat perlu ditingkatkan kearah konsumsi gizi
seimbang. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan
masyarakat. Gizi yang tidak baik dan optimal berkaitan dengan kesehatan yang
buruk, dan meningkatkan risiko terserang penyakit.
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 1 Tahun 2016
merupakan kebijakan yang berisi tentang perbaikan gizi dan pemberian air susu
ibu eksklusif. Disini akan dibahas analisis tentang peraturan daerah tersebut
dengan menggunakan pendekatan segitiga kebijakan.
Konteks Kebijakan
Faktor konteks atau lingkungan
memainkan peran yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pelaksanaan ASI
eksklusif dalam pelaksanaannya di lapangan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa di samping faktor dari dalam diri ibu sendiri, situasi dan kondisi
lingkungan di luar juga penting sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan ASI
eksklusif dan IMD. Faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan kebijakan adalah:
1.Faktor situasional:
Menurut data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) tahun 2015,
cakupan Asi Eksklusif di Indonesia masih rendah yaitu 54,3% sedangkan targetnya
adalah 80%.
2. Faktor ekonomi :
Kemiskinan dan karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang,
seorang ibu terpaksa harus bekerja dan meninggalkan bayinya.
3.Faktor sosial:
Ibu yang berstatus bekerja kurang kesadarannya untuk
memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Walaupun sudah ada SKB bersama tiga
menteri yaitu Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan No.
48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan 117/MENKES/PB/XII/2008 tahun
2008 tentang hak ibu bekerja yang menyusui, dalam praktiknya tidak semua tempat
kerja mendukung praktik pemberian ASI.
4.Faktor budaya:
Kebanyakan ibu di indonesia sudah memberikan makanan lain
selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.
5.Faktor Internasional:
Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990
menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan dorongan
kepada ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif kepada bayinya.
Beberapa penghambat dalam hal
pemberian ASI Eksklusif adalah ibu tidak percaya diri bahwa dia mampu
memberikan asi eksklusif dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi
bayi. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya
dukungan keluarga, rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI
eksklusif, kurangnya dukungan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan,
dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya.
Proses Kebijakan
Program pemberian ASI Eksklusif harus dilakukan secara
terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan. Dengan tingginya angka kematian ibu,
angka kematian bayi dan angka gizi buruk di Indonesia maka salah satu upaya
dalam menekan angka gizi buruk dan menekan angka kematian bayi serta kematian
ibu adalah dengan pemberian ASI Eksklusif. Awalnya ada kesepakatan
internasional yaitu Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 yang
menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan dorongan
kepada ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif kepada bayinya. Kemudian
pada tahun 1981 tentang Kode Internasional Pemasaran PASI diadopsi oleh WHA
(World Health Assembly). Pada
peringatan Hari Ibu ke 62 tahun 1990 Pemerintah
dan Presiden RI mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan ASI. Tahun
1997 terbit Kepmenkes No. 237 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (ASI), diikuti oleh pencanangan Gerakan
Masyarakat Peduli ASI pada tanggal 5 Agustus 2000. Tahun 2004 Kepmenkes
No. 450 mencanangkan tentang Pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Indonesia dibuah dari 4 bulan menjadi 6
bulan. Kemudian disusunlah kebijakan yang tercantum pada PP No 33 Tahun
2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Pada akhirnya di tahun 2016 Pemerintah
Daerah Kabupaten Sidoarjo menetapkan peraturan daerah mengenai perbaikan gizi
dan pemberian asi eksklusif yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (Bupati/ Walikota). Sebelum disahkan
menjadi Perda Kabupaten oleh Bupati, awalnya Perda berupa Raperda atau
Rancangan Peraturan Daerah disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada
DPRD. Pemerintah daerah juga sebagai sumber dana dalam pelaksanaan Perda ini.
Dimana hasilnya dapat dilihat dari tingkat Posyandu dan Puskesmas dan ke
jenjang yang lebih tinggi apakah sudah banyak para ibu yang sudah menyadari
pentingnya asi eksklusif sebagai salah satu perbaikan gizi pada anak. Kemudian
dilakukan evaluasi kebijakan dengan mengawasi pelaksanaan dan pencapaian
program pemberian asi eksklusif di fasilitas pelayanan kesehatan, satuan
pendidikan kesehatan, tempat kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di
masyarakat.
Aktor Kebijakan
Aspek aktor atau pemeran yang menentukan dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut. Idealnya setiap aktor yang terlibat harus jelas
posisi, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya, sehingga tidak terjadi
tumpang tindih peran atau malah kevakuman peran. Pemetaan aktor yang terlibat
mulai dari penyusunan sampai pelaksanaan dan evaluasi harus jelas tercakup
dalam suatu kebijakan atau peraturan-peraturan yang menindak lanjutinya serta
sesuai secara horisontal (lintas sektoral) maupun vertikal (lintas level).
Aktor yang berperan antara lain:
1. Presiden sebagai pemutus kebijakan pusat
2. Pemerintah pusat
3. Menteri Kesehatan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
4. Bupati
5. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
sebagai pembuat, pelaksana dan pengawas kebijakan
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
7. Pemerintah Kabupaten atau kota yaitu Dinas Kesesehatan
Kabupaten atau kota
8. Penyedia tempat kerja; Tempat sarana umum yaitu fasilitas
pelayanan kesehatan beserta tenaga kesehatan, hotel dan penginapan, tempat
rekreasi, terminal angkutan darat dan tempat sarana umum lainnya.
9. Tenaga kesehatan meliputi dokter, bidan, perawat dan
tenaga medis lainnya yang bisa memberi edukasi maupun konseling untuk
berjalannya perda tersebut.
10. Kader
11. Ahli gizi
12. Dinas Ketahanan Pangan
13. Ibu melahirkan, bayi umur 0-6 bulan, keluarga bayi dan
seluruh masyarakat sebagai sasaran kebijakan.
14. Produsen susu formula
Koordinasi dan kerjasama yang baik antara penentu dan
pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, fasilitas kesehatan, tenaga medis,
tenaga non medis, tenaga di bidang gizi serta masyarakat menjadi penentu
kerberhasilan kebijakan perbaikan gizi dan asi eksklusif tersebut.
Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan
Analisis ASI Ekslusif. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pentingnya ASI
Ekslusif. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
Minarto. Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat (RAPGM)
tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
Keputusan Menteri Kesehatan RI 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang
Pemberian ASI secara Eksklusif bagi bayi di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian
Air Susu Ibu Eksklusif.
Artikel ini ditulis oleh Merliana Sari Situmeang.
Baca juga: Bagaimana cara melakukan analisis kebijakan?
Baca juga: Bagaimana cara melakukan analisis kebijakan?
No comments:
Post a Comment