Departemen Kesehatan (2003) mendefinisikan gizi buruk sebagai suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata, nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Kusriadi dan Anwar (2010) mengatakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi gizi buruk diantaranya status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Bayi Lahir (BBLR). Bahkan dalam penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur tahun 2005 menunjukkan adanya hubungan status ekonomi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dalam monitoring pertumbuhan, perhatian dari ibu, pemberian ASI, kelengkapan imunisasi dan asupan makanan balita dengan kejadian gizi buruk. Salah satu tatalaksana untuk anak gizi buruk adalah dengan pemberian formula 100. Menurut Depkes (2011) formula 100 diberikan pada fase transisi dan rehabilitasi untuk meningkatkan berat badan penderita gizi buruk.
Formula 100 terdiri dari komponen campuran susu skim, gula, minyak, sayur dan larutan elektrolit, yang diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit hingga homogen dan volume menjadi 1000 ml. Hasil penelitian pada balita (umur rata-rata 30,77 bulan dan 76,9% perempuan) di wilayah Puskesmas Sukoharjo dengan menggunakan uji statistik paired sample t-test dari data z-score menunjukkan adanya pengaruh pemberian formula 100 terhadap status gizi balita. Hasil pengukuran menunjukkan adanya peningkatan status gizi balita setelah pemberian formula 100 selama 2 bulan.
Supariasa (2002) menjelaskan bahwa umur rata-rata balita yang mengalami gizi buruk yaitu 30 bulan karena pada usia ini merupakan periode penyapihan dimana anak akan mengalami masa transisi atau sering disebut dengan second year transisional yang mengakibatkan asupan makanan berkurang. Sedangkan Wong (2001) menjelaskan bahwa kebutuhan nutrisi anak usia toddler (1 sampai 3 tahun) mengalami periode anoreksia fisiologis karena merupakan tahap awal perkembangan anak sehingga anak cenderung susah makan, memilih milih makanan dan hanya makan makanan yang disukai. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas balita yang mengalami gizi buruk adalah perempuan. Namun Supariasa (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dimana laki-laki lebih panjang dan berat. Sedangkan dari hasil penelitian oleh Hasbi (2007) mengatakan bahwa aktivitas fisik anak laki-laki lebih banyak dari perempuan sehingga membutuhkan jumlah kalori yang lebih besar.
Pada prakteknya formula 100 diberikan pada balita gizi buruk rawat jalan masa stabilisasi, rehabilitasi dan lanjutan. Masa stabilisasi diberikan makanan dalam bentuk cari, rendah kalori, da protein berupa makanan formula 100 secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan anak gizi buruk dan mencegah terjadinya hipoglikemia dan dehidrasi. Masa rehabilitasi yaitu untuk mengejar ketertinggalan berat badan. Serta tahap lanjutan bertujuan untuk mempertahakan peningkatan status gizi yang telah dicapai dengan kebutuhan energi 150-220 kkal/kg/BB/hari dan protein sebesar 4-6 gram/kg/hari.
Artikel ini ditulis oleh Komang Marita Sari – 41150065
Informasi Tambahan
Judul Artikel : Peningkatan Status Gizi Balita dengan Gizi Buruk melalui Pemberian Formula 100
Penulis : Murwati, Tuti Devianti
Nama Jurnal : Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional
Tahun Terbit : 2016
No comments:
Post a Comment