Anak - anak usia sekolah biasanya akan melewatkan seperempat dari waktu hariannya disekolah, hal itu menyebabkan anak-anak akan menggunakan waktu istirahatnya di sekolah untuk mengkonsumsi makanan (bekal dari rumah atau jajanan di sekoah) guna memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi hariannya. Menurut penelitian, jajanan berkotribusi sebanyak 22.5% dari energi dan 15.9% dari protein yang dibutuhkan. Ada juga yang mengatakan bahwa 47% energi dari total asupan anak didapatkan pada saat anak-anak berada di sekolah. Karena tingginya pengaruh energi makanan pada saat disekolah, maka dilakukanlah pelayanan makanan disekolah. Tujuan pelayanan makanan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan anak di sekolah, meningkatkan status gizi, dan meningkatkan kemampuan belajar anak.
Adanya program makan siang di taman kanak-kanak ini dapat membantu mengurangi kerentanan pangan bagi anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah. Asupan energi dan zat gizi mikro serta angka kehadiran pada siswa penerima pelayanan makanan di sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan siswa tanpa pelayanan makanan. Namun, masih banyak TK yang melakukan pelayanan kesehatan (program pengenalan gizi) dengan berfokus pada edukasi gizi interaktif saja dikelas bukan pada intervensi pemberian makanan sehat secara langsung. Edukasi gizi interaktif tersebut ternyata terbukti dapat meningkatkan pengetahuan gizi anak namun tidak mengubah kebiasaan makan anak, anak akan kembali ke kebiasaan makan di awal sebelum intervensi, sedangkan anak yang mendapatkan edukasi gizi beserta intervensi langsung menunjukkan kesediaan untuk terus mengonsumsi buah dan sayur.
Pada anak - anak yang tidak mendapatkan pelayanan penyelenggaraan makanan di sekolah sebagian besar memiliki tingkat kecukupan energi yang normal, namun asupan energi yang diperoleh sebagian besar didapatkan melalui konsumsi lemak yang berasal dari selingan dan jajanan. Sedangkan pada anak - anak yang mendapatkan pelayanan makanan disekolah jarang mengonsumsi selingan atau jajanan selain makanan utama yang diberikan. Selain itu kelompok tanpa pelayanan makanan juga memiliki tingkat kecukupan protein, karbohidrat, dan zat gizi mikro yang kurang dibandingkan anak dengan pelayanan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa makan siang di sekolah membantu meningkatkan konsumsi energi dan zat gizi anak. Penyelenggaraan makanan di sekolah seringkali membuat anak yang sulit makan lebih mudah menerima makanan karena suasana lingkungan sekolah dan adanya teman saat sedang mengonsumsi makanan.
Namun pada saat hari libur, tingkat kecukupan energi dan zat gizi kelompok anak dengan pelayanan makanan maupun tanpa pelayanan makanan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan hari sekolah. Hal tersebut dipengaruhi oleh berkurangnya asupan yang berasal dari makan siang yang disediakan sekolah ataupun dari jajanan dan selingan yang dikonsumsi saat disekolah. Hal ini menunjukkan bahwa saat hari libur, anak kembali ke pola makan harian di rumah tanpa intervensi dari pelayanan makanan di sekolah sehingga kedua kelompok anak tersebut tidak memiliki perbedaan dalam tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Berkurangnya tingkat kecupukan energi dan gizi anak pada saat di rumah kemungkinan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang terjadi dirumah. Kondisi tersebut diantaranya adalah penyajian makanan yang masih perlu diadaptasi, serta pengasuhan anak yang tidak diperhatikan lagi dan biasanya diserahkan kepada orang lain termasuk masalah makanan.
Baca lebih lanjut di jurnal berikut :
Drajat Martianto, Tiurma Sinaga, Vieta Annisa Nurhidayati. Maret 2017. Energi dan Zat Gizi Dalam Penyelenggaraan Makanan di Taman Kanak-Kanak dan Perbandingannya Terhadap Subjek Tanpa Penyelenggaraan Makanan. J. Gizi Pangan. 12(1):69-78
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/17766
Artikel ini ditulis oleh Ruth Prilia Gitasari - 41150054
No comments:
Post a Comment