Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi. Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi.Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat kesehatan individu dan masyarakat. Agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular (PTM) terkait gizi, maka pola makan masyarakat
perlu ditingkatkan kearah konsumsi gizi seimbang.Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok umur. Gizi yang baik membuat berat badan normal atau sehat, tubuh tidak mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja meningkat serta terlindung dari penyakit kronis dan kematian dini. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seorang bayi, diantaranya pemberian ASI ekslusif, tingkat pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga
Anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa. Diperlukan perhatian khusus terhadap pemberian gizi sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Gizi pada masa anak sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang bahkan sejak masih dalam kandungan sekalipun, gizi memegang peranan penting. Apabila ibu hamil mendapat makanan yang adekuat, maka bayi yang dikandungnya akan lahir dengan berat lahir normal. Sedangkan ibu yang kurang gizi, akan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Nutrisi terpenting yang diperoleh pertama kali saat bayi lahir adalah ASI.
ASI merupakan makanan paling ideal baik secara fisiologis maupun biologis yang harus diberikan kepada bayi di awal kehidupannya. Hal ini dikarenakan selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh yang akan melindungi dari berbagai jenis penyakit yang dapat menghambat petumbuhan bayi tersebut. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare dan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi.
Dalam rangka menurunkan angka menurunkan angkan kesakitan dan kematian anak, United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Healt Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. Air susu ibu atau ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain.
Indonesia juga membuat beberapa kebijakan terkait ASI eksklusif ini, baik melalui undang-undang, peraturan pemerintah dan keputusan menteri kesehatan. Pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo juga membuat suatu kebijakan tentang perbaikan gizi dan pemberian air susu ibu eksklusif yang tertulis di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 1 tahun 2016. Saat ini akan dibahas analisis terkait peraturan daerah tersebut dengan pendekatan segitiga kebijakan.
Konteks Kebijakan
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah rendahnya angka kematian bayi dan meningkatnya status gizi masyarakat. Konteks kebijakan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan kesehatan terkait perbaikan gizi dan pemberian air susu ibu eksklusif. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kebijakan tersebut adalah :
1. Faktor Situasional
Capaian ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif adalah 42%. Sedangkan berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatann provinsi tahun 2013, cakupan pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah 54,3% (Pusdatin, 2015).
2. Faktor Struktural
Ibu yang bekerja akan mempengaruhi waktu yang dapat digunakan untuk menyusui anaknya. Waktu kerja yang terlalu lama, tidak tersedianya ruang ASI atau penyimpanan ASI perah, atau kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Perah.
3. Faktor Budaya
Ibu memberi makanan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan misalnya, ASI belum keluar > 1 jam setelah lahir, bayi diberikan makanan perektal sebagai pengganti air susu ibu. Misalnya air tajin, susu, madu, teh dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan dengan alasan asi tidak keluar atau karena tradisi.
4. Faktor Internasional
Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan dorongan kepada ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif kepada bayinya. United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Healt Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan.
Proses Kebijakan
Tingginya angka kematian ibu dan bayi serta angka gizi buruk di Indonesia membuat perlu dilakukannya suatu upaya untuk menurunkan angka tersebut. Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Hal ini disebabkan karena ASI dapat mencukupi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta sesuai dengan kondisi fisiologis pencernaan dan fungsi lainnya dalam tubuh. Munculnya Deklarasi Innocenti di Florence, Italia tahun 1990 menyatakan bahwa setiap negara diharuskan memberikan perlindungan dan dorongan kepada ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif kepada bayinya. Pada tahun 1981 tentang Kode Internasional Pemasaran PASI diadopsi oleh WHA (World Health Assembly). Pada peringatan Hari Ibu ke 62 tahun 1990 Pemerintah dan Preseiden RI mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan ASI. Tahun 1997 terbit Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (ASI) diikuti oleh pencanangan Gerakan Masyarakat Peduli ASI pada 5 Agustus 2000. Pada tahun 2004 diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia. Pada tahun 2009 dibuat Undang-Undang tentang dukungan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Kemudian disusunlah kebijakan yang terdapat dalam PP No 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Dan pada tahun 2016 untuk mendukung pemberian ASI eksklusif di Indonesia makan Pemerintah Daerah Sidoarjo menetapkan peraturan daerah mengenai perbaikan gizi dan pemberian asi eksklusif.
Konten Kebijakan
Dalam menentukan keberhasilan dari kebijakan tersebut tidak terlepas dari peran dari berbagai elemen.
Tujuan dari kebijakan ini adalah :
· mewujudkan pembangunan sumberdaya manusia dan generasi muda yang cerdas dan berdaya saing dalam meningkatkan taraf hidup dalam aspekderajat kesehatan masyarakat;
· meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi;
· meningkatkan mutu asupan gizi, kecukupan gizi, maupun status gizi perseorangan dan status gizi masyarakat, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, remaja maupun kelompok lanjut usia.
· menjamin ketersediaan dan akses masyarakat terhadap kebutuhan pangan dan/atau gizi yang bermutu, aman sesuai jumlah dan jenis yang dibutuhkan;
· menjamin akses masyarakat terhadap layanan fasilitas kesehatan sayang ibu dan bayi;
· terwujudnya desa siaga gizi;
· terwujudnya SKPG di daerah, dan
· meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi gizi dan pendidikan gizi yang dibutuhkan.
· Menjamin terpenuhinya hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) bulan demi menjamin pertumbuhan dan perkembangannya;
· Memberikan perlindungan kepada ibu dan pelaksanaan kewajiban ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan
· Meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, Masyarakat, badan usaha, Pemerintah Daerah dan instansi lain terhadap pemberian ASI Eksklusif.
Kewajiban Pemerintah dalam kebijakan tersebut adalah dengan menyediakan ketersediaan pangan yang mudah diakses oleh setiap masyarakat, sehingga gizi seimbang dapat dipenuhi dan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya gizi. Kemudian dalam mewujudkan keberhasilan pemberian asi eksklusif adalah dengan melaksanakankebijakan nasional tentang pemberian asi eksklusif, melakukan sosialisasi dan pelatihan teknik konseling menyusui serta mendorong dan mewajibkan semua institusi baik pemerintah maupun swasta (perusahaan) dan sarana umum yang memfasilitasi pelayanan masyarakat untuk menyediakan tempat/ruang menyusui/laktasi yang nyaman dan aman baik untuk karyawan maupun masyarakat umum; terutama menyediakan ruangan laktasi pada fasilitas milik pemerintah daerah maupun swasta.
Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (10 LMKM), yang meliputi:
a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan;
b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut;
c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui;
d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 (enam puluh) menit pertama persalinan;
e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusuimeskipun ibu dipisah daribayinya;
f. memberikan ASI saja kepada Bayi baru lahir, kecualiada indikasimedis;
g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu 24 (dua puluh empat) jam; h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan Bayi;
i. tidak memberidot kepada Bayi; dan
j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut
Di dalam pelaksanaannya dibutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat agar kebijakan tersebut dapat terealisasikan. Dibutuhkan kesadaran yang tinggi dari masyarakat agar dapat meningkatkan angka pencapaian asi eksklusif di Indonesia. Selanjutnya dilakukan evaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian asi eksklusif di fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas umum dan tempat kerja. Jika program tersebut berhasil maka angka pencapaian pemberian asi eksklusif akan meningkat tetapi jika sebaliknya maka akan ada evaluasi untuk kebijakan tersebut.
Aktor Kebijakan
1. Presiden Republik Indonesia, Pemerintah Pusat, Kementerian Kesehatan,
sebagai pemberi keputusan
2. Bupati Sidoarjo
3. Pemerintah Daerah Sidoarjo sebagai pembuat, pelaksana, dan pengawas
4. Pelaksana Kebijakan : Dinas Kesehatan Sidoarjo, fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, kader, tempat kerja, tempat sarana umum,masyarakat
5. Sasaran Kebijakan : Ibu hamil, ibu melahirkan, bayi umur 0-6 bulan, keluarga dari ibu dan bayi, masyarakat
6. Pihak yang dirugikan : Produsen susu formula
Daftar Pustaka :
Kementerian Kesehatan Pusat Data dan Informasi Indonesia. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta Selatan. Kementerian Kesehatan. 2014
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
Artikel ini ditulis oleh : Chindy Kristiawati
No comments:
Post a Comment